Dari pengalaman aku tahu, perkawinan bagiku tidak lagi merupakan tanda percintaan yang disatukan. itu adalah pengesahan hukum yang dikarang manusia, di mana dua orang yang barangkali saling mencinta, setelah lima, sepuluh, atau dua puluh tahun hidup bersama tidak lagi menemukan pokok pembicaraan yang menarik satu sama lain. Dua orang uang di sebut suami-istri, yang melanjutkan kehidupan sebagai otomat tanpa berpikir maupun bertindak.
La Barka merupakan sebuah novel bergenre sastra yang ditulis oleh sastrawan perempuan asal Indonesia yang bernama NH. Dini. Di tahun 2022 ini mungkin jarang sekali orang yang mengetahui siapa itu NH. Dini, kecuali mereka yang masuk dalam golongan generasi-generasi yang menyaksikan tahun 70-80an. Pada tahun 1975 novel La Barka sempat meraih kategori sebagai novel terbaik.
Novel tersebut menyajikan lima bab yang masing-masingnya diberi judul sesuai dengan tokoh cerita: bab pertama "Monique", bab kedua "Fracine", Bab ketiga "Sophie", Bab keempat Yvonne", dan terakhir pada bab kelima mengenai "Christine".
Membaca buku La barka rasanya seperti membaca buku harian seseorang. Secara terang-terangan penulis menjadikan Rina (tokoh utama) sebagai wanita yang menerima segala yang terjadi terhadapnya. Menurutku sosok Rina ini merupakan bentuk dari penyadaran terhadap eksistensi perempuan.
Rina telah berhasil memberikan pesan kepada para perempuan, bahwa perempuan harus kritis dalam menyelesaikan masalah dan ketika masalahnya sudah selesai. Sosok Rina telah berhasil mengamalkan ajaran realisme dan moralis terhadap kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Memang paket komplit.
Rina merupakan perempuan yang tumbuh di sebuah yayasan yatim piatu, dengan melibatkan kota paris di Prancis yang terkenal itu Rina memilih mengasingkan diri pergi ke rumah Monique. Disanalah ia bersama anak perempuannya memulai catatan apa saja yang membuatnya merasa resah; mulai dari kegagalan tentang rumah tangganya, rumah tangga yang tidak jelas yang dijalani oleh perempuan yang bernama Francine, Monique yang memiliki sikap kekeluarga akan tetapi rumah tangganya hancur dengan sia-sia, hingga Sophie yang membuat Rina jijik akan kecantikan dan kemolekan tubuh yang dimilikinya.
Selain itu, novel ini juga menceritakan bagaimana lika-liku kehidupan para istri setelah bercerai. Namun yang berbeda adalah bagaimana sosok perempuan (para mantan istri) ini menunjukan sebuah kebebasan setelah mereka bercerai.
Seperti sebuah pilihan, perceraian yang mereka alami memberikan pelajaran bahwa mereka dapat menerima percintaan yang tulus atau hidup bebas tanpa memandang status---dalam batas-batas tertentu dan kedewasaan yang mapan berdasarkan pikiran yang logis, sehingga meskipun cerita tersebut berawal dari kesedihan perpisahan tetapi tetap mengajarkan bagaimana perempuan harus mampu mengatasi segala permasalahan norma dan segala tabu.
Mungkin benar ada istilah bahwa seseorang akan menjadi filsuf ketika ia menemukan pasangan yang tidak sejalan dengannya. Begitu pun pelajaran yang dapat diambil dari sosok Rina, perkawinan yang gagal yang telah dialaminya itu membuat dia semakin berpikir dan berusaha mengobati luka yang dimilikinya.
La barka menyiratkan pilihan sikap menentang dari sifat alamiah perempuan. Sosok Rina telah menggambarkan kepada pembaca bagaimana rasa penyesalan telah mencintai seorang laki-laki yang dia sebut dengan "kamu"---yang ia nanti-nantikan dengan setia meskipun tidak lagi mengirim kabar kepadanya.
Karakter Rina mampu menciptakan nilai terhadap masyarakat yang tak adil bagi perempuan. Ibarat kata, suami punya seribu cara untuk memuaskan nafsu mereka, sementara perempuan harus menghisap kesepian menanti kehadiran suaminya---yang mungkin saja sang suami mengahabiskan malam-malam dengan banyak perempuan lain.