Seperti drama telenovela, kasus pembunuhan Brigadir J membawa suatu kebaruan dalam keseharian masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dalam kejenuhan akibat kondisi Covid19 yang berlalu sejak hampir 2 tahun lalu, booming nya kasus ini menjadi seperti suatu hal yang menarik untuk di ikuti. Hampir setiap hari, masyarakat tidak membahas topik lain, melainkan topik Ferdy Sambo dan kisah-kisah yang mengikutinya.
Berbagai topik, mulai dari motif, berbagai prosedur penyelidikan, korban dan keluarganya, ibu Putri Chandrawati beserta kasus pelecehan yang diciptakannya dan berbagai topik menarik lainnya.
Di sini kita akan mencoba menganalisa dan membahas topik ini dari sudut perilaku FS saat sebelum dan setelah menjalani sidang kode etik digelar di Gedung TNCC Divisi Propam Polri. Setelah FS tampil didepan publik pada 4 Agustus 2022 sebagai saksi pembunuhan, sidang kode etik ini menjadi pertemuan pertama publik dan FS sebagai tersangka.
Menurut praktisi body language dan mikro ekspresi Ingrid Weddy Viva Febrya, M.Pd,, CT, CME, selaku dosen perilaku di prodi Sosiologi STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang, Perilaku FS terbaca sangat dipenuhi emosi mulai sejak berjalan masuk ke ruangan sidang.
Berjalan dengan santai seolah bukan sedang mengalami kasus berat, merupakan suatu gestur yang menunjukkan suatu sikap yang tidak begitu peduli terhadap lingkungan yang haus berita.
Emosi yang ditampilkan memancarkan sikap menolak kenyataan, bahwa dirinya sedang menjalani peran sebagai tersangka pembunuhan terencana.
Saat menjalani sidang etik, walaupun sidang dilakukan tanpa memperdengarkan suara, emosi lagi-lagi terbaca jelas dari gestur dan mikro ekspresi FS.
Posisi duduk menempelkan bahu dan memegang pegangan kursi dengan keras mencerminkan suatu sikap menahan energi negatif yang sangat besar. Emosi ini bisa jadi merupakan suatu perasaan marah, kesal, jengkel, malu dan ketidak terimaan pada kenyataan.
Dari mikro ekspresi di wajah FS tergambar jelas mata sembab, kedipan yang berulang, beratnya kedipan, otot pipi yang turun serta sudut bibir kiri kanan yang konsisten tertarik ke belakang.
Emosi negatif ini semakin jelas apabila dilihat dari Bahasa tubuh yang sedikit sesak nafas saat berbicara atau menjawab pertanyaan. Pada akhirnya, emosi negatif benar-benar ditampilkan dalam ruangan sidang, di akhir pembacaan sikap FS terhadap putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).