"Bullying", mungkin kata ini sudah terdengar biasa dikalangan para pelajar atau peserta didik, mulai dari sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas. Di Indonesia sendiri kasus yang melibatkan bullying disekolah banyak terjadi, bahkan ada yang sampai menewaskan teman atau korban dari perlakuan siswa/siswi lainnya.
Mungkin pembullyan sesama siswa sudah biasa kita dengar dan kita saksikan selama masih sekolah dulu. Tapi bagaimana jika yang membully adalah gurunya sendiri? Apakah pernah terjadi hal demikian? Ya, pembullyan yang dilakukan oleh guru terhadap siswi pernah terjadi, contohnya pada salah satu SMK di kota Tanjung Pinang.
Pembullyian ini dilakukan oleh seorang guru agamanya sendiri, guru agama ini meneriaki siswinya 'lonte', ini bukan pertama kalinya bagi siswi tersebut tapi guru agamanya itu sering membullynya beberapa waktu lalu.
Gurunya meneriakinya 'lonte' saat dia bergoncengan dengan teman laki-lakinya. Siswi ini merasa merasa malu dan trauma akibat perbuatan dari guru agamanya. Sehingga siswi ini enggan untuk sekolah lagi di sekolah itu dan ingin pindah dari tempat itu.
Mungkin kalian berfikir bagaimana bisa seorang guru agama melakukan hal yang seperti itu? Difikiran kita selama ini seorang guru terutama guru agama adalah orang yang paling kita segani karena profesinya yang mulia. Tetapi bagaimana dengan kejadian seperti ini? Apakah masi bisa disebut sebagai pendidik?
Tindakan guru agama tersebut sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang pendidik, bagaimana bisa? Guru agama sudah pasti faham agama terutama dalam hal etika dan akhlak, jika akhlak dari guru agama saja seperti itu bagaimana dengan muridnya? Pastinya akan lebih parah karena mencontoh perilaku gurunya yang tidak baik.
Kita sudah pasti tau bahwa setiap siswa pasti melihat tingkah laku gurunya dan mencontoh apa yang dilakukan oleh gurunya. Para siswa selalu berfikiran bahwa "guru saja bisa melakukan hal itu kenapa saya tidak?"
Sebagai guru apalagi guru agama kita harus memberikan contoh yang terbaik buat siswa, siswa tidak hanya mencontoh atau mempraktekkan materi yang telah kita berikan tetapi juga melihat bagaimana kita bertindak, bagaimana kita bertutur kata, magaimana perilaku kita, jika perilaku kita sudah tidak baik bagaimana peserta didik kita akan menjadi baik?.
Menyampaikan materi yang ada di buku sangatlah mudah tetapi mempraktekkan yang ada di buku dengan baik tidak semudah yang dibayangkan. Sebagai guru dan calon guru kita harus terlebih dahulu memperbaiki diri, mengevaluasi diri sebelum terjun ke sekolah agar tidak tejadi hal yang membuat kita lupa akan tugas dan fungsi kita disekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H