Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting untuk kehidupan manusia termasuk untuk menunjang keseimbangan lingkungan. Sebagai akibat adanya peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai sektor maka baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan termasuk didalamnya pencemaran sungai yang berasal dari limbah domestik maupun non domestik seperti pabrik dan industri. Oleh karena itu pencemaran air sungai dan lingkungan sekitarnya perlu dikendalikan seiring dengan laju pembangunan supaya fungsi sungai dapat dipertahankan kelestariannya.
Sebanyak 13 aliran sungai yang melintas di wilayah Kota Jakarta, 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta. Jakarta sebagai ibukota negara yang berpenduduk paling padat dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Sejalan dengan peningkatan pembangunan dan aktivitas Kota Jakarta serta perkembangan penduduknya yang meningkat dari waktu ke waktu, maka kebutuhan manusia akan air bersih juga meningkat. Namun dampak dari kegiatan pembangunan yang membuang limbah domestiknya ke sungai akan menurunkan kualitas air sungai tersebut. Jadi diperlukan pembangunan yang di khususkan untuk memperbaiki sungai dan mutu air.
Sumber pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai jenis limbah seperti limbah industri, limbah domestik, serta kegiatan lainnya seperti pertanian, perikanan dan pariwisata. Tingkat pencemaran sungai menjadi semakin tinggi dengan meningkatnya jumlah beban pencemaran limbah yang masuk ke sungai dan juga disebabkan oleh menurunnya debit aliran sungai yang bersangkutan (BARISTAND INDAG, 2000).
Pemerintah Kota Jakarta Barat menyatakan bahwa air Sungai Grogol yang menghitam dan mengeluarkan bau busuk mengganggu indra penciuman setiap orang yang melaluinya. Menurut Kepala Bidang Air Baku Air Limbah serta Suku Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), salah satu penyebab pencemaran air di Sungai Grogol adalah banyaknya limbah rumah tangga yang mengalir ke sungai itu. Sungai Grogol sendiri merupakan sungai yang mengalir di bagian barat DKI Jakarta. Bagian hilir sungai asalnya sudah dibentuk menjadi kanal-kanal dengan pintu-pintu air di sepanjang tepiannya.
Dalam memperbaiki dan mencegah terjadinya pencemaran air sungai tidak hanya di Sungai Grogol namun di sungai-sungai lainnya, terdapat beberapa alternatif tindakan yang dapat dilakukan seperti menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah perumahan atau pemukiman. Pembuangan limbah industri diatur sehingga tidak mencemari lingkungan atau ekosistem. Pengawasan terhadap penggunaan jenis-jenis pestisida dan zat-zat kimia lain yang dapat menimbulkan pencemaran. Memperluas gerakan penghijauan. Melakukan penindakan tegas terhadap perilaku pencemaran lingkungan. Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih lebih mencintai lingkungan hidupnya.
Selain itu, berdasarkan hasil studi Master Plan Pengelolaan Air Limbah di DKI Jakarta (The Study On Urban Drainage and Waste Water Disposal) yang dilakukan oleh Tim JICA (1990), pengelolaan air limbah di wilayah Kota Jakarta didasarkan pada kepadatan penduduk. Hal ini disebabkan bahwa kepadatan penduduk dalam hal ini merupakan jumlah penduduk merupakan faktor yang paling dominan dalam memberikan dampak terhadap pencemaran air di Kota Jakarta.
Dari hasil studi tersebut, terdapat beberapa solusi pengelolaan air limbah yang berpotensi mencemari aliran sungai, dimana pengelolaan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan luasan wilayah. Wilayah dengan kepadatan penduduk rendah atau wilayah dengan kepadatan penduduk tidak melebihi 100 orang per hektar, hanya limbah dari toilet yang harus diolah dengan cara pengolahan di tempat (On Site Treatment) sedangkan limbah dari kamar mandi, dapur dan air cucian boleh dibuang tanpa pengolahan. Lalu wilayah dengan kepadatan penduduk antara 100 sampai dengan 300 orang per hektar, wilayah ini air limbah dari toilet maupun air limbah rumah tangga yang lain harus diolah dengan cara pengolahan di tempat (On Site Treatment) sampai derajat pengolahan tertentu yakni sampai mencapai konsentrasi BOD 60 mg/liter. Selanjutnya wilayah dengan kepadatan penduduk lebih besar dari 300 orang per hektar, di wilayah ini seluruh air limbah rumah tangga akan diolah dengan cara terpusat yakni dengan sistem riolisasi (sewerage system) sampai derajat pengolahan tertentu sehingga konsentrasi BOD yang keluar maksimum 30 mg/liter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H