Siang itu, Selasa (08/10/2013) di sebuah hotel & resort ternama di kota Ternate, Maluku Utara, berkumpul sejumlah tokoh lintas agama dan adat. Hampir seratus orang yang terdiri dari tokoh - tokoh umat agama islam, kristiani, tokoh tetua dan pemuda adat, serta tokoh perempuan. Mereka tampak melebur satu dengan yang lainnya, saling berbincang dan tertawa lepas. Disini tercermin benar nilai - nilai Bhineka Tunggal Ika yang menjadi salah satu pilar kebangsaan Indonesia.
Lalu apa hal yang membuat mereka bersedia datang dan berkumpul dari berbagai wilayah di Maluku Utara ke tempat yang dulunya pernah menjadi ibu kota provinsi sementara tersebut? Mereka menantikan sesosok calon pemimpin yang selalu mendengung - dengungkan semboyan gerakan perubahan untuk Indonesia, Hary Tanoesoedibjo.
Dialog lintas tokoh dan agama bersama HT itu berlangsung sangat cair. Tokoh - tokoh agama dan adat tersebut bertanya mengenai visi dan misi yang dimiliki HT untuk membangun bangsa ini sebagai Cawapres melalui partai Hanura bersama dengan Capres Wiranto. HT menjawab semua pertanyaan - pertanyaan tersebut dengan sangat jelas dan lugas sehingga semua tokoh berharap HT dapat mewujudkan niat dan cita - cita mulianya tersebut.
Di bagian depan sebelah kiri berdiri seorang pembawa acara yang berpenampilan eksentrik. Wanita itu berkulit coklat dan dibalut kebaya dari bahan batik dengan motif khas Maluku Utara. Perona wajah yang digunakannya sedikit tidak lazim, ia mengoleskan bintik - bintik putih di atas kedua bulu alisnya. Wanita itu bernama Afrida Erna Ngato, ketua adat suku Pagu atau Sangaji Pagu atau Quin Pagu seperti ia menyebut dirinya sendiri.
Di penghujung acara, Afrida "mengambil alih" HT dari tokoh - tokoh agama dan adat lainnya.
"Sebelum bapak HT meninggalkan tempat ini saya mohon sebentar saja waktunya ya pak... Kita mau adati bapak dulu, sebenarnya saya agak kurang pas mengadati bapak di tempat orang harusnya di kampung kami di Halmahera Utara tetapi karena waktu yang tidak memungkinkan mau tidak mau harus dibuat disini," kata Afrida yang kemudian meminta HT untuk berdiri.
"Pak, ini semua bentuk terima kasih kami yang begitu mendalam kepada bapak karena telah membantu membantu mempublikasikan dan melestarikan adat dan budaya pagu yang hampir punah melalui siaran MNC TV. Karena jasa bapak itu, adat pagu dikenal oleh dunia dan lebih dari pada itu juga pak, keberadaan dan hak - hak kami diakui kembali," kata Quin Pagu.
"Kami punya 3 benda adat yang kami bawa dari Halmahera Utara pak, pertama ini kain toposero. Kain ini pak, bermakna bapak harus kembali lagi mengunjungi masyarakat suku Pagu dan itu hukumnya wajib karena bila tidak bapak akan dikenakan denda atas kain ini," lanjutnya sementara yang lain membantu melilitkan kain itu di pinggang HT.
Benda kedua yang diberikan oleh Quin Pagu adalah tameng kecil bernama salawaku. " Ini tameng pak dulunya digunakan untuk berperang. Dengan ini kami berharap bapak dapat bertarung dalam pilpres dan keluar sebagai pemenang. Dan yang terakhir pak, tikar paluas yang bermakna kami siap melindungi dan menjamin keamanan bapak selama berada di wilayah kami dari berbagai macam ancaman. Dan ini telah mengikat bapak dalam keluarga besar suku adat pagu." Tikar yang berukur besar itu juga turut dilingkarkan ke tubuh HT.
Sedikit mengulas tentang keberadaan suku adat Pagu berada di Halmahera Utara dan tersebar di 5 kecamatan 13 desa. Menurut Afrida, identitas suku Pagu terancam punah begitu juga dengan bahasanya. Anak – anak muda tidak lagi merasa bangga menjadi masyarakat adat, mereka gengsi jika dikatakan sebagai anak adat. Masalah suku Pagu semakin kompleks dikarenakan kehadiran perusahan tambang emas PT NHM di wilayah adat Pagu.
Pemerintah memberikan izin kepada pihak perusahaan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan suku adat pagu padahal perusahaan tersebut berdiri di atas tanah adat. Banyak masalah yang ditimbulkan akibat pembukaan tambang tersebut, mulai dari pencemaran lingkungan, kriminalisasi, bahkan untuk berkebun juga susah.