Sokhi mate moroi aila! Lebih baik mati berkalung tanah dari pada menanggung malu. Demikianlah ucapan Mentri Hukum dan Ham Prof. Yasonna Laoli, dalam suatu kesempatan diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan langsung melalui stasiun televisi TV One.
Pernyataan tersebut sontak menjadi viral dan dan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Walaupun sudah satu tahun lebih peristiwa itu namun masih saja dikenang. Hingga saat artikel ini ditulis, terlihat di channel youtube Talk Show tvOne, bahwa video pernyatan Yasonna H. Laoli tersebut sudah ditonton hingga 1,7 juta kali.
Terlepas bahwa kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) diucapkan oleh orang besar seperti Yasona Laoli, apakah kata - kata itu hanya terdengar begitu saja? Tentu tidak. Kata -- kata tersebut mucul dari filosofi hidup Ono Niha atau masyarakat Nias.
Jika ditelusuri lebih lanjut, filosofi budaya Ono Niha ini masih belum banyak dipublikasikan apalagi dibukukan sehingga menjadi referensi bagi orang lain yang mengetahui hal ini. Walaupun demikian, sebagai orang seorang Ono Niha, penulis yang adalah seorang yang hidup sejak lahir di dalamnya, memiliki tanggungjawab moral untuk mencoba mengangkat hal ini ke permukaan.
Dalam budaya Ono Niha, kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) bukanlah menjadi kata - kata yang hanya selintas saja. Kata -- kata semacam ini menyimpan makna yang begitu kuat. Kata -- kata ini mau menunjukkan bagaimana seorang Ono Niha mempertahankan eksistenti dan jati dirinya sebagai seorang yang bebas dan beradap.
Ono Niha yang juga adalah manusia biasa seperti masyarakat pada umumnya, memiliki keinginan untuk senantiasa dihargai; bahkan tidak jarang Ono Niha juga berusaha sekuat tenaga untuk mencari kedudukannya dalam strata sosial.
Sebagai makhluk sosial, Ono Niha disini senantiasa berinteraksi kepada yang lain. Dalam proses interaksi inilah Ono Niha juga membutuhkan rasa dihargai dan diperlakukan sebagaimana mestinya. Dalam proses inilah yang membuat kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) muncul, yakni ketika Ono Niha tidak diperlakukan sebagaimana mestinya.
Tidak jarang, dalam proses mempertahankan eksistensi dan jati dirinya, kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) langsung diaplikasikan. Disini bisa kita lihat bahwa angka kriminal (baik perkelahian antar pribadi, antar kelompok atau bahkan penganiayaan bahkan sampai kepada kematian) yang sangat tinggi.
Kemunculan kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) bukan berarti tidak punya alasan. Alasan yang telah dijelaskan diatas sungguh memberi gambaran bahwa Ono Niha juga seperti manusia pada umumnya yang butuh dihargai dan dihormati. Selain itu, proses kemunculan kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) juga tidak lepas dari sifat, karakter, watak, dan kepribadian Ono Niha.
Sifat, karakter, watak, dan kepribadian Ono Niha pada umumnya memiliki tipe yang keras. Keras bukan berarti tidak bisa berbuat lembut dan ramah terhadap orang lain. Dalam hal ini Ono Niha juga menganut semangat pepatah yang mengatakan: "Anda sopan kami segan, Anda kasar kami hajar". Pepatah ini kemudian dalam filosofi Ono Niha dikenal; "moroi kohda zumangeda" yang berarti "sikap kitalah yang akan menghargai kita".
Pada akhirnya kata - kata: Sokhi mate moroi aila! (lebih baik mati dari pada menanggung malu) bukanlah hanya kata -- kata yang biasa saja. Kata -- kata ini menunjukkan bahwa Ono Niha sungguh -- sungguh dalam mempertahankan jati dirinya serta mau memperjuangkan harkat dan martabatnya.