Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Penyebaran HIV/AIDS di Kota Jogja Bukan karena Perilaku Heteroseksual

Diperbarui: 28 September 2024   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: abcnews.go.com)

"Perilaku heteroseksual masih menjadi faktor risiko utama penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Kota Jogja" Ini lade pada berita "Heteroseksual jadi Pemicu Utama Kasus HIV/AIDS di Kota Jogja" (jogjapolitan.harianjogja.com, 21/9/2024).

Petama, pernyataan pada lead berita ini misleading (menyesatkan) karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena orientasi seksual, dalam hal ini disebut heteroseksual), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual penetrasi (vaginal dan anal) di dalam dan di luar nikah yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Maka, penyebaran HIV/AIDS di Kota Jogja bukan karena heterosekual, tapi karena hubungan seksual yang berisiko yaitu seks penetrasi (vaginal atau anal) pada kalangan heteroseksual (hasrat seksual terhadap lawan jenis) yaitu:

  • Dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan di dalam dan di luar nikah dengan kondisi tidak diketahui status HIV keduanya serta laki-laki tidak memakai kondom,
  • Dilakukan oleh perempuan dengan laki-laki di dalam dan di luar nikah dengan kondisi tidak diketahui status HIV keduanya serta laki-laki tidak memakai kondom,
  • Dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang sering ganti-ganti psangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK yang kasat mata) dan PSK tidak langsung (PSK tidak kasat mata, seperti cewek kafe, cewek pub, cewek prostitusi online dan lain-lain) dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
  • Dilakukan oleh perempuan dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.

Kondisi di atas yang memicu penyebaran HIV/AIDS di Kota Jogja yang ditambah dengan kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga yang ditularkan oleh suaminya, serta HIV/AIDS pada bayi yang tertular dari ibu yang mengandungnya, terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Kedua, yang menular atau menyebar adalah HIV sebagai virus, sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang tertular HIV yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ART). AIDS jelas tidak menyebar atau menular.

Disebukan oleh Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular (P2M) dan Imunisasi Dinkes Kota Jogja, Endang Sri Rahayu, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Jogja sejak 2004 hingga September 2024 mencapai 1.941 kasus yang terdiri atas 1.619 HIV dan 322 AIDS.

Dalam laporan Website HIV PIMS Indonesia dari tahun 1987 s.d. 31 Maret 2023 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DIY mencapai 10.407 yang terdiri atas 8.605 HIV dan 1.802 AIDS. Jumlah ini menempatkan DIY di posisi ke-14 secara nasional.

Tapi, perlu diingat jumlah kasus yang dilaporkan (1.941) tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Shyaiful W. Harahap)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline