Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar), Yusman Faisal, mengatakan: ".... Kita juga gencarkan sosialisasi terkait bahaya HIV/AIDS. Hal ini dilakukan untuk mengejar target Cianjur zero kasus baru dan zero pengidap HIV AIDS yang tidak terobati pada 2030." Ini ada dalam berita "Catatan Dinkes Sejak HIV/AIDS Ditemukan di Cianjur 23 Tahun Lalu" (detik.com, 5/7/2024).
Disebutkan upaya dilakukan dengan mendata 'siapa saja yang terjangkit HIV/AIDS.' Ini tentu saja bak menggantang asap karena orang-orang, dalam hal ini warga Kabupaten Cianjur, yang mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisiknya.
Baca juga: Gejala HIV/AIDS Tidak Otomatis Terkait dengan Infeksi HIV/AIDS
Soalnya, pengidap HIV/AIDS tidak mengalami atau menunjukkan ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada keluhan kesehatan dan fisik sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).
Akibatnya, warga Cianjur yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat tanpa mereka sadari, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Ini sejalan dengan pernyataan: "HIV/AIDS ini kan seperti fenomena gunung es. Kasus yang muncul ke permukaan lebih sedikit dibandingkan yang tidak terdata. ...."
Memang, perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Itu artinya jumlah kasus yang dilaporkan di Cianjur (1.922 dari tahun 2001 - 2023) hanya sebagian kecil dari kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat.