Fungsi media (media massa dan media online) yang berpijak pada kaidah jurnalistik adalah mendidik, menghibur dan pengawasan melalui berita baik dalam bentuk hard news, editorial maupun features.
Tapi, gemuruh pemberitaan terkait dengan penggerebekan praktek aborsi ilegal di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 28 Juni 2023 sama sekali tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang: Mengapa dan bagaimana seorang perempuan akhirnya memilih aborsi?
Polisi menjalankan tugas sebagai penyidik untuk melengkapi berkas BAP (Berita Acara Pemeriksaan) untuk diajukan ke kejaksaan. Celakanya, sebagian besar wartawan justru berkutat dengan penyidikan polisi.
Padalah, ada isu besar yang diemban media yaitu menyebarkan berita yang bisa mencerahkan masyarakat terkait dengan aborsi sebagai bagian dari usaha edukasi agar kasus aborsi ilegal tidak terulang lagi.
Judul berita terkait dengan aborsi sering dikaitkan dengan kehamilan di luar nikah yang selanjutnya dijadikan hujatan untuk kalangan remaja. Padahal, Penelitian Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Jakarta pada tahun 2003 di sembilan kota besar di Indonesia (Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, dan Makassar) dengan responden 1.446 menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan anggapan yang ada di masyarakat. Penelitian ini dilakukan secara resmi dengan memenuhi perizinan sehingga responden tidak berhadapan dengan hukum.
Baca juga: Aborsi Dijadikan Sebagai Hujatan Bermuatan Moral yang Ambiguitas terhadap Remaja Putri
Terkait dengan usia hasil penelitian YKP menunjukkan pelaku abrosi di bawah umur 20 tahun di bawah 3%. Bandingkan dengan usia di atas 30 yang mencapai 58%.
Anggapan umum yang didukung pemberitaan yang tidak akurat juga menyesatkan dengan menyebut pelaku aborsi kebanyakan pelajar. Penelitan YKP menunjukkan 48% justru ibu rumah tangga.