"Faktor utama penularan penyakit HIV dan AIDS di Aceh adalah sex bebas. Kemudian dari ibu hamil ke bayi, pengguna narkoba, suntik dengan memakai jarum yang sama dan berulang." Ini disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinkes Aceh, Iman, dalam berita "Pengidap HIV/AIDS di Aceh Capai 2.021 Kasus" (ajnn.net, 9/5-2023).
Sejauh ini jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Aceh dilaporkan 2.021 yang terdiri atas 1.270 HIV dan 751 AIDS.
Dalam pernyataan di atas ada beberapa hal yang tidak akurat, yaitu:
Pertama, dalam berita tidak ada penjelasan tentang 'seks bebas' (sex diindonesiakan jadi seks-Pen.). 'Seks bebas' adalah jargon moral yang tidak jelas artinya.
Kalau 'seks bebas' diartikan sebagai hubungan seksual di luar nikah (zina), maka pernyataan tersebut keliru karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (hubungan seksual di luar nikah), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom).
Yang lebih pas dan tepat terkait dengan penularan HIV/AIDS adalah perilaku seksual dan nonseksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:
(1) Laki-laki dan perempuan dewasa yang melakukan hubungan seksual di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
(2) Laki-laki dan perempuan dewasa yang melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
(3) Laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK);