Tes HIV sebelum menikah bukan vaksin HIV karena setelah menikah bisa saja suami melakukan perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV
"Ditengah meningkatnya kasus komulatif HIV/Aids mencapai angka 1.000 di Kabupaten Sikka, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sikka mengimbau para calon pasangan suami istri (Pasutri) secara sukarela melakukan pemeriksaan HIV/AIDS sebelum menikah."
Hal ini dikarenakan Kasus HIV/AIDS meningkat. Ini ada dalam berita "Kasus HIV/AIDS Meningkat di Sikka, Pasutri Diminta Periksa Sebelum Nikah" di kupang.tribunnews.com (15/7-2022).
Celakanya dalam berita tidak ada penjelasan berapa kasus HIV/AIDS yang ditemukan pada ibu rumah tangga dan pada usia pernikahan yang tahun ke berapa.
Data di atas penting untuk membuktikan anjuran KPA SIkka, NTT, tersebut.
Yang lebih parah imbauan KPA Sikka itu mengesankan tes HIV sebelum menikah sebagai vaksin HIV. Ini yang menyesatkan (Lihat matriks tes HIV bukan vaksin HIV).
Biarpun satu pasangan melakukan tes HIV sebelum menikah dengan hasil HIV-negatif, itu tidak jaminan keduanya, terutama suami, akan HIV-negatif sepanjang hidupnya. Soalnya, bisa saja setelah menikah suami atau istri pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:
(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,