Gaya hidup hedon yang dilakoni remaja di Kabupaten Karawang, berbanding lurus dengan penyakit HIV/AIDS. Setiap tahun, pelajar yang mengidap penyakit mematikan itu terus meningkat. Ini lead dalam berita "15 Remaja HIV. 15 Remaja HIV" (radarkarawang.id, 31/10-2019).
Lead berita ini jelas ngawur bin ngaco karena tidak akurat.
Pertama, apa yang dimaksud dengan hedon? Hedon tidak ada dalam bahasa baku bahasan Indonesia. Yang dikenal adalah hedonism (KBBI: pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup). Kalau wartawan atau redaktur mengatikan hedon adalah hedonisme, maka tidak ada kaitan antara penularan HIV/AIDS dan hedonism. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual tidak ada kaitannya dengan hedonism. HIV/AIDS menular melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual), jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (kondisi hubungan seksual).
Kedua, disebut 'penyakit HIV/AIDS'. Ini tidak akurat karena HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah kondisi orang-orang yang mengidap HIV yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular jika tidak meminum obat antiretroviral (ARV) sesuai dengan resep dokter.
Ketiga, pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Maka, jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan akan terus naik atau meningkat biar pun banyak pengidapnya yang meninggal.
Keempat, berita ini tida objektif karena tidak ada perbandingannya dengan perilaku seksual dan kasus HIV/AIDS pada laki-laki dewasa heteroseksual. Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga terkait erat dengan perilaku seksual suami mereka, dalam hal ini laki-laki dewasa heteroseksual.
Maka, pernyataan Staf KPA Karawang, Yana Aryana, yang mengatakan bahwa selama lima tahun terakhir jumlah pengidap HIV AIDS di Karawang semakin meningkat tidak memperhatikan cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Sudah jelas akan terus meningkat karena kumulatif. Akan lain halnya kalau yang disebut adalah kasus HIV/AIDS yang baru.
Disebutkan dalam berita " .... sejak tahun 1992 di Karawang sudah tercatat 1153 ...." Yang perlu diingat ini hanya kasus yang terdeteksi, karena ada kasus yang tidak terdeteksi. Epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi, dalam hal ini 1.153, adalah yang terdeteksi yang digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ka atas permukaan air laut. Sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Dalam berita sama sekali tidak ada informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Dengan menonjolkan remaja berita ini terkesan sensasional, padahal dalam epidemi HIV yang persoalan besar adalah infeksi HIV pada laki-laki dewasa heteroseksual. Soalnya, mereka mempunyai istri sehingga ada risiko penularan ke istri (horizontal). Jika istri mereka tertular, maka ada pula risiko penularan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya (vertikal) terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Sedangkan remaja tidak mempunyai istri. Hal ini sama dengan laki-laki gay (homoseksual) karena gay juga tidak punya istri.
Salama Pemkab Karawang tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), maka penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Karawang yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *