"Semua laki-laki yang pernah seks dengan saya perjaka!" Inilah alasan seorang cewek berumur 20-an tahun yang membuat dia tidak khawatir tertular HIV/AIDS. Cewek ini mengaku sudah seks sejak SMP dan dia hitung-hitung ada 10 laki-laki yang pernah jadi pasangan seksnya. Dia bersikukuh tidak khawatir tertular HIV/AIDS karena 10 laki-laki yang pernah jadi pasangan seksnya semua perjaka..
Cara berpikir cewek itu sangat naif. Tentu saja itu terjadi karena tingkat literasi yang rendah serta diseminasi informasi HIV/AIDS yang salama ini tidak konsisten dengan materi yang baku tapi dibalut dengan norma, moral dan agama. Akibatnya, fakta medis HIV/AIDS hilang sehingga yang ditangkap masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).
Salah satu informasi yang menyesatkan adalah mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Ini membuat banyak orang merasa tidak berisiko biar pun melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti karena bukan PSK.
Bahkan, dalam sebuah diskusi di Facebook ada cewek yang pongah dengan mengatakan teman-teman cowoknya tidak ada yang pernah 'gituan' (maksudnya seks dengan PSK) sehingga bagi dia teman laki-lakinya 'bersih' dari penyakit.
Ketika dijelaskan bahwa risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena seks dengan PSK, tapi juga dengan pasangan yang bukan PSK tapi ganti-ganti pasangan cewek itu pun "menghilang" dari diskusi.
Cewek-cewek itu sudah memakai jalan pikiran mereka sendiri dalam memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis.
Pertama, tidak bisa dibuktikan seorang laki-laki masih perjaka atau tidak karena tidak ada tanda-tanda secara fisik pada penis apakah seorang perjaka sudah pernah atau sering melakukan hubungan seksual. Sedangkan perempuan ada tanda-tanda secara fisik pada vagina yang bisa dianalisis secara medis apakah sudah pernah dilalului penis atau belum.
Kedua, andaikan 10 laki-laki yang jadi pasangannya memang benar-benar perjaka, tapi pada hubungan seks berikutnya tidak bisa dipastikan 10 laki-laki itu tidak pernah seks dengan pasangan lain (perempuan, laki-laki atau waria).
Ketiga, biar pun 10 laki-laki itu perjaka tidak jaminan tidak mengidap HIV/AIDS karena bisa saja mereka tertular HIV/AIDS melalui transfusi darah yang tidak diskirining HIV, melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan memakai jarum suntik bergantian dengan bergiliran karena ada kemungkinan salah satu dari mereka mengidap HIV/AIDS, atau menerima seks anal.
Keempat, hal yang sama terjadi pada perawan. Keperawanan tidak jaminan tidak mengidap HIV/AIDS karena bisa saja mereka tertular HIV/AIDS melalui transfusi darah yang tidak diskirining HIV, melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan memakai jarum suntik bergantian dengan bergiliran karena ada kemungkinan salah satu dari mereka mengidap HIV/AIDS, atau menerima seks anal.
Dalam sebuah liputan di sebuah pusat rehabilitasi narkoba di Bogor di awal tahun 1990-an, ada seorang cewek mahasiswi perawan yang terjerat narkoba. Hasil tes HIV menunjukkan dia tertular HIV. Cewek ini tidak pernah melakukan hubungan seksual. Cewek ini marah besar karena dia kecewa membaca berita HIV/AIDS yang hanya mengaitkan penularan HIV dengan hubungan seksual, terutama dengan pekerja seks komersial (PSK).