HIV/AIDS Meningkat, Ibu Hamil Wajib Diperiksa. Ini judul berita di republika.co.id (6/3-2018). Jika yang dimaksud dengan meningkat adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi, maka jika ibu-ibu hamil yang memeriksan kesehatan ke Puskesmas diwajibkan tes HIV itu artinya meningkatkan jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi.
Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru sehingga angka jumlah pengidap HIV/AIDS tidak akan pernah turun atau berkurang biar pun pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal.
Dilaporkan di Kota Ambon, Maluku, pada tahun 2018 terdeteksi 264 kasus HIV/AIDS baru. Jika dijumlahkan dari tahun 2004-2018 disebutkan jumlahnya 2.000-an.
Tes HIV terhadap ibu hamil tidak mengatasi persoalan HIV/AIDS d Kota Ambon karena langkah itu ada di hilir. Mereka tertular HIV dari suami, sementara itu suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tidak menjalani tes HIV.
Suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Maka, yang paling pas adalah membuat regulasi agar suami perempuan hamil menjalani konseling HIV/AIDS, jika perilakunya berisiko dilanjutkan dengan tes HIV. Maka, kalau suami HIV-negatif ibu hamil tidak perlu tes HIV.
Lagi pula dengan mewajibkan ibu hamil tes HIV hal itu akan berdampak pada stigma (cap negatif) terhadap ibu-ibu itu. Soalnya, dalam berita sama sekali tidak ada satu kalimat pun yang menjelaskan bahwa ibu-ibu hamil itu mengidap HIV/AIDS karena tertular dari suaminya.
Ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS ditangani al. untuk menjalankan program pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya serta pengobatan dengan pemberian obat antiretroviral (ARV). Tapi, suami mereka akan menyebarkan HIV/AIDS. Ini terjadi karena suami-suami itu tidak menjalani konseling dan tes HIV. Seseorang yang tes HIV sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku berjanji tidak akan menularkan HIV ke orang lain.
Dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon Wendy Pelupessy: "Kenapa kita harus proaktif, supaya kita bisa mendapat data lebih dini, kalau yang bersangkutan dalam kondisi HIV bisa berobat lebih teratur tidak akan jatuh ke dalam AIDS."
Penemuan kasus HIV baru adalah penanggulangan di hilir. Warga sudah tertular HIV. Ada pula warga laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menyebarkan HIV/AIDS, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, kepada istri dan pasangan lain. Bisa juga terjadi ada yang beristri lebih dari satu sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV bertambah banyak.
Yang diperlukan adalah langkah penanggulan di hulu, al. menurunkan jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), baik PSK langsung (PSK yang kasat mata, seperti di tempat-tempat pelacuran) maupun PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata yang menyabar sebagai cewek panggilan, anak sekolah, anak kampus, pemijat, cewek prostitusi online, dll.).
Salah satu langkah yang bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki adalah melalui program pemakaian kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Namun, program ini hanya bisa dijalankan jika praktek PSK dilokalisir.