Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Langkah Dinkes Mempawah Tangani HIV/AIDS Ada di Hilir

Diperbarui: 23 Februari 2019   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: usaid.gov)

Disebutkan bahwa di Kabupaten Mempawah, Kalbar, setahun terakhir terdeteksi 35 warga yang mengidap HIV/AIDS (pontianak.tribunnews.com, 24/1-2019).

Terkait dengan temuan kasus tsb., Dinkes Mempawah melalui Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Sumarni, mengatakan pihaknya sudah melakukan beberapa upaya: "Baik upaya pencegahan, penemuan kasus, penanganan, dan termasuk pengobatan. Telah dilakukan kami, untuk menanggulangi hal tersebut (HIV-AIDS-red)."

Penemuan kasus, penanganan pengidap HIV/AIDS dan pengobatan adalah langkah penanganan di hilir yaitu terhadap warga yang sudah tertular HIV. Yang diperlukan adalah langkah konkret di hulu berupa pencegahan untuk menurunkan insiden infeksi HIV karena mustahil menghentikan insiden penularan HIV(baru).

Memang, Sumarni menyebut pencegahan, tapi dalam berita tidak ada penjelasan tentang langkah yang konkret untuk mencegah infeksi HIV baru.

Dalam berita dikatakan ada skirining terhadap ibu hamil. Ini tidak adil karena lagi-lagi perempuan yang dijadikan korban. Langkah yang arif adalah membuat regulasi agar suami perempuan hamil menjalani konseling tes HIV. Jika hasil konseling menunjukkan perilaku suami berisiko tertular HIV, maka dilanjutkan dengan tes HIV. Jika hasilnya positif, selanjutnya istri yang hamil menjalani tes HIV pula.

Dalam berita tidak ada pula penjelasan tentang faktor risiko atau media penularan HIV terhadap 35 warga Mempawah yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Faktor risiko ini penting diketahui untuk merancang program penanggulangan di hulu.

Yang dibicarakan hanya penanganan ke kelompok lelaki seks lelaki (LSL), wanita pekerja seks (WPS), dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Ini tidak menyentuh akar persoalan karena yang jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, khususnya melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah adalah laki-laki heteroseksual yang dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai suami.

Jika LSL yang disasar adalah laki-laki gay, maka itu pun tidak tepat karena HIV/AIDS ada di komunitas gay. Mereka tidak punya istri sebagai pasangan tetap sehingga tidak terjadi penyebaran HIV ke perempuan.

Sedangkan WPS juga tidak ada gunanya dijadikan sasaran. Biar pun mereka paham bahwa untuk mencegah agar tidak tertular HIV adalah dengan meminta laki-laki memakai kondom mereka tidak bisa menolak laki-laki tanpa kondom karena mereka membutuhkan uang atau ada juga yang dipaksa oleh germo agar melayani hubungan seksual dengan laki-laki yang tidak mau memakai kondom.

Dalam berita disebutkan ada WPS itu artinya transaksi seks yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK) terjadi di Mempawah biar pun tidak ada lokalisasi pelacuran. Justru jika praktek PSK tidak dilokalisir maka tidak bisa dilakukan intervensi yaitu program wajib kondom bagi laki-laki pelanggan PSK. Soalnya, transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai modus, bahkan melalui media sosial.

Selama Pemkab Mempawah tidak melakukan intervensi terhadap laki-laki pelanggan PSK yaitu memaksa mereka memakai kondom setiap kali seks dengan PSK, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang merupakan 'bom waktu' yang kelak berakhir sebagai 'ledakan AIDS'. *

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline