Upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat untuk melindungi diri secara aktif agar tidak tertular HIV/AIDS hanya jalan di tempat. Salah satu indikatornya adalah pertanyaan banyak orang tentang HIV/AIDS yang sangat mendasar. Peran pers nasional dalam penanggulangan HIV/AIDS dalam tiga dekade epidemi HIV/AIDS di Indonesia nyaris di titik nadir.
Dalam beberapa kegiatan terkait HIV/AIDS, misalnya, tetap saja banyak peserta yang memilih jawaban dengan menarik panah ke atas pada Gambar 1 di bawah ini.
Hal itu terjadi karena selama ini informasi HIV/AIDS yang disebarluaskan oleh media massa (media cetak dan media elektronik) dan media online bukan fakta (medis) tentang HIV/AIDS tapi informasi HIV/AIDS yang dibalut dan dibumbui dengan moral sehingga hanya berupa mitos (anggapan yang salah).
Dalam banyak brosur, leaflet, berita, dll. selalu disebutkan bahwa salah satu cara mencegah penularan HIV/AIDS adalah: jangan melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Ini jelas hoax yang masuk ketegori misleading dalam dunia pers karena menyesatkan.
Berita tentang HIV/AIDS pada dekade ketiga epidemi HIV/AIDS ternyata tidak beranjak dari cara pemberitaan di awal epidemi (Pers meliput AIDS, Syaiful W Harahap, Penerbit PT Sinar Harapan/The Ford Foundation, Jakarta, 2000).
Lihat saja pernyataan dalam berita "Cegah Penularan HIV Dimulai dari Mengubah Diri Sendiri" di kompas.com (5/12-2018) ini: Menurut dr Tirsa Veran,i SpOG dari RS Brawijaya Antasari dalam kampanye #UbahHidupLo di ajang Car Free Day Sudirman (25/11), ada beberapa tahap yang bisa kita lakukan untuk melindungi diri dari infeksi HIV-AIDS, yaitu (al.): Tahan diri, untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Padahal, secara faktual penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual (bisa) terjadi di dalam dan di luar nikah kalau salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual penetrasi.
Begitu juga dengan berita yang selalu menyebut-nyebut LGBT terkait dengan HIV/AIDS sehingga banyak orang yang akan menarik panah ke atas pada Gambar 2 di bawah ini.
Judul berita ini, misalnya: Naffis: Gay Berperan Tularkan HIV/AIDS (jateng.tribunnews.com, 15/10-2018). Naffis disebut sebagai relawan pendamping Odha (Orang dengan HIV/AIDS) di Jateng. Gay yang (bisa) menularkan HIV/AIDS adalah yang mengidap HIV/AIDS bukan semua gay. Tapi, karena tidak ada penjelasan maka yang ditangkap masyarakat adalah gay sebagai penyebar HIV/AIDS. Lagi-lagi informasi yang menyesatkan.
Begitu juga dengan lesbian yang juga dikaitkan dengan HIV/AIDS. Padahal, pada lesbian tidak ada seks penetrasi sehingga tidak ada risiko penularan HIV dengan faktor risiko seks lesbian. Tapi, banyak orang yang tetap menarik panah ke atas pada Gambar 3 di bawah ini.
Lihatlah judul berita ini "LGBT Gaya Hidup yang Potensial Menyebarkan Penyakit HIV/AIDS" (tribunnews.com, 23/1-2018). L pada LGBT adalah lesbian sehingga berita ini hoax karena tidak ada risiko penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko seks pada lesbian.