Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS di Sumut Peringkat ke-7 Nasional, Bagaimana Penanggulangannya?

Diperbarui: 4 Desember 2018   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: aedv.es)

Kelima, perkembangan kasus HIV dan AIDS masih didominasi usia produktif, dengan faktor risiko utama hubungan seksual. Ini dikatakan oleh Sekretaris Komisi Penanggulan AIDS (KPA) Sumut, Rachmatsyah, satu dari tujuh tantangan yang dihadapi Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam penanggulangan HIV/AIDS (medanbisnisdaily.com, 30/11-2018).

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 1 Oktober 2018, menyebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumut dari tahun 1987 sd. 30 Juni 2018 mencapai 19.728 yang terdiri atas 15.812 HIV dan 3.916 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumut pada peringkat ke-7 dari 34 provinsi di Indonesia. Berdasarkan kasus jumlah kasus AIDS peringkat Sumut ada di posisi ke-7 juga.

Ada beberapa hal yang terkait dengan pernyataan Rachmatsyah, yaitu:

Pertama, dalam KBBI dominasi adalah penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dalam bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya). Nah, bagaimana bisa usia produktif mendominasi kasus HIV/AIDS. Yang pas adalah bahwa kasus HIV/AIDS di Sumut banyak terdeteksi pada usia produktif.

Kedua, ketika disebutkan kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada usia produktif itu hal yang wajar karena realistis. Pada usia produktif sampai dengan umur 39 tahun adalah masa-masa libido seks yang penuh gairah yang harus disalurkan melalui hubungan seksual.

Ketiga, persoalannya adalah orang-orang, terutama laki-laki, pada usia produktif tidak diberikan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV. Mereka hanya dicekoki dengan informas berbalut moral sehingga yang mereka tangkap hanya mitos (anggana yang salah). Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan pelacuran.

Keempat, ada kemungkinan kalangan usia produktif tidak seks dengan pekerja seks komersial (PSK) di pelacuran, tapi mereka seks dengan cewek yang dijumpai di kafe, pub, diskotik, panti pijat plus-plus atau melalui media sosial. Mereka menganggap tidak berisiko karena bukan PSK dan tidak pula dilakukan di lokasi pelacuran.

[Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]

Maka, tidak ada yang perlu dipersoalkan terkait dengan deteksi HIV/AIDS pada usia produktif karena hal itu amat wajar. Akan jadi aneh kalau di Sumut kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada lansia (lanjut usia), seperti kakek-kakek dan nenek-nenek.

Dari tujuh tantangan yang disebutkan Rachmatsyah sama sekali tidak menyentuh akar persoalan di hulu yaitu insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK.

Mungkin Rachmatsyah membusungkan dada dengan mengatakan: Di Sumut tidak ada pelacuran, Saudara!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline