Darurat HIV-AIDS, Semua Lokalisasi di Kupang Akan Ditutup. Ini judul berita di gatra.com (30/11-2018).
Disebutkan oleh Ketua Komisi Penanggulangan (KPA ) HIV/AIDS Kota Kupang, NTT, dr Herman Man, sampai November 2018 jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Kupang mencapai 1.376 yang terdiri atas 960 HIV dan 416 AIDS. Dari jumlah 1.376 terdapat 20 persen pekerja swasta dan 13 persen ibu rumah tangga.
Yang perlu diingat jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi (1.376) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Data HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga menunjukkan perilaku seksual suami mereka yaitu melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan lain. Salah satu di antara pasangan lain tsb. bisa saja pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran yang ada di Kota Kupang.
Yang perlu diingat adalah kesalahan atau persoalan bukan pada PSK dan lokalisasi pelacuran, tapi pada perilaku seksual laki-laki yang membeli seks kepada PSK di lokalisasi.
Itu artinya biar pun lokalisasi ditutup tidak jadi jaminan bahwa di Kota Kupang tidak akan ada lagi transaksi seks dalam bentuk pelacuran. Transaksi seks bisa saja melibatkan PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Kalau saja Pemkot Kupang menjalankan program berupa intervensi yang mewajibkan laki-laki memakai kondom setiap kal melakukan hubungan seksual dengan PSK, tentulah insiden infeksi HIV bisa diturunkan.
Celakanya, dalam Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Penertiban Tempat Pelacuran di Daerah Kota Kupang yang disahkan tanggal 31 Desember 1999 tidak ada pasal yang mengatur pemakaian kondom. Yang ada hanya kewajiban pelacur (PSK) memiliki kartu kesehatan seperti diatur pada pasal 6 ayat 3: Setiap pelacur yang menghuni atau menggunakan tempat pada lokalisasi, wajib memiliki kartu kesehatan dan kartu pembinaan yang di sediakan oleh pejabat yang di tunjuk yang bersangkutan dalam program pembinaan.
Tidak jelas kartu kesehatan yang dimaksud dalam perda ini. Kalau pun PSK menjalani pemeriksaan kesehatan setiap minggu terkait dengan IMS [infeksi menular seksual yang lebih dikenal sebagai 'penyakit kelamin'), yaitu kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), herpes genitalis, hepatitis B, klamidia, jengger ayam, virus kanker serviks, dll.] sama sekali tidak bisa sebagai patokan untuk HIV/AIDS.
Soalnya, tes HIV bisa akurat jika saat diambil contoh darahnya PSK sudah tertular HIV lebih dari tiga bulan. Kalau belum tiga bulan maka hasil tes HIV bisa negatif palsu (HIV ada di darah tapi hasil tes nonreaktif). Maka, kartu kesehatan pun diberikan ke PSK padahal ybs. bisa saja mengidap HIV/AIDS karena hasil tes HIV negatif palsu.
Begitu juga dengan Perda AIDS NTT yang hanya memuat pasal-pasal normatif yang tidak aplikatif dalam menanggulangi HIV/AIDS.