"Sekarang HIV ada obatnya. Bisa diobati dan disembuhkan, asal pengecekan dilakukan secara dini." Ini dikatakan oleh Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, Eny Gustina (detikNews, 29/11-2018).
Pernyataan di atas merupakan 'angin sorga' yang sifatnya bohong (hoax) karena obat yang dia maksud yaitu obat antiretroviral (ARV) tidak bisa menyembuhkan HIV/AIDS.
Obat yang dikenal terkait dengan HIV/AIDS yaitu obat ARV adalah obat yang menghambat laju replikasi HIV di darah. Setiap hari HIV menggandakan diri dalam jumlah miliaran copy pada tubuh pengidap HIV/AIDS.
HIV memakai sel-sel darah putih sebagai 'pabrik' untuk menggandakan diri. Sel yang dipakai jadi 'pabrik' rusak, sedangkan virus yang baru 'diproduksi' mencari sel darah putih lain untuk dijadikan 'pabrik'. Begitu seterusnya.
Ibarat pada sebuah negara, sel darah putih adalah tentara. Di dalam tubuh sel darah putih berperan sebagai imunitas.
Pada kondisi tertentu, disebut masa AIDS yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV, jumlah sel darah putih turun drastis sehingga sistem kekebalan tubuh juga rendah. Pada masa inilah seorang pengidap HIV/AIDS sangat mudah diserang penyakit lain yang kemudian jadi penyebab kematian. Penyakit-penyakit itu, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.
Nah, obat ARV memperlambat penggandaan diri HIV di darah sehingga jumlah sel darah putih yang rusak pun bisa dikurangi. Kondisi ini membuat pengidap HIV/AIDS tetap hidup dengan sehat.
Meminum obat ARV juga tidak semerta ketika seseorang terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes HIV, tapi ada persyaratan yaitu CD4 di bawah 350. CD4 bisa diketahui melalui tes jika hasil tes HIV positif.
Selain itu HIV pada pengidap HIV/AIDS yang meminum obat ARV tidak terdeteksi melalui tes HIV. HIV bersembunyi di kelenjar. Itulah sebabnya pengidap HIV yang meminum obat ARV sesuai anjuran dokter tidak akan menularkan HIV karena HIV seakan-akan 'pingsan'.
Maka, pasangan pengidap HIV/AIDS yang minum obat ARV yang ditangani dokter akan melahirkan anak yang tidak tertular HIV.
Sebagai instansi resmi sangat disayangkan pejabat Kemenkes RI menyebarkan informasi bohong (hoax) dengan mengatakan obat ARV bisa menyembuhkan HIV/AIDS.