Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS di Sulsel Didorong oleh Penyangkalan Perilaku Seksual Berisiko

Diperbarui: 23 November 2018   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: this.org)

" .... banyaknya penderita HIV dan AIDS di satu daerah karena pergaulan bebas, dan faktor lingkungan." Ini pernyataan dalam berita "Sulsel Darurat HIV/AIDS, Dinkes: Jangan Dijauhi, Tidak Menular" di makassar.tribunnews.com (16/11-2018).

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 1 Oktober 2018, menyebutkan jumlah kasus kumulatif HV/AIDS di Sulsel dari tahun 1987-30 Juni 2018 sebanyak 11.793 yang terdiri atas 8.714 HIV dan 3.079 AIDS.

Yang perlu diingat adalah angka yang dilaporkan (11.793) tidak menunjukkan jumla kasus yang sebenarnya di masyarkat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi (11.793) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Pengaitan 'pergaulan bebas' dan'faktor lingkungan' dengan jumlah penderita HIV/AIDS yang banyak di Sulawesi Selatan (Sulsel) tidak tepat karena penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (pergaulan bebas), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (kondisi hubungan seksual), di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu  mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Salah satu faktor yang mendorong jumlah kasus HIV/AIDS di satu daerah adalah penyangkalan terkait dengan perilaku seksual orang per orang, terutama laki-laki dewasa, yang berisiko tertular HIV/AIDS.

Dalam berita disebutkan: Bagaimana tidak, di kota besar seperti kota Makassar salah satu pintu masuknya urban (pendatang) dari berbagai penjuru daerah, baik lokal maupun luar.

Dari pernyataan di atas jelas ada penyangkalan dan menyalahkan pendatang. Biar pun pendatang mengidap HIV/AIDS tidak akan pernah terjadi penularan HIV terhadap warga Sulsel selama tidak terjadi perilaku berisiko tertular HIV, al. melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, tanpa kondom.

Jika Dinkes Sulsel tetap mengaitkan pendatang dengan kasus penularan HIV/AIDS pada warga Sulsel itu artinya ada warga Sulsel yang melakukan perilaku seksual berisiko dengan pendatang.

Di bagian lain Kabid Pencegahan Penyakit Dinkes Sulsel, dr Nurul AR, mengatakan: "HIV AIDS ini tidak menular, kecuali bekas suntik berganti, atau berhubungan badan dengan penderita itu baru bisa menularkan virus."  

Persoalannya adalah orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisik mereka karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan pada pengidap HIV/AIDS. Banyak pengidap HIV/AIDS yang tidak menyadari dirinya tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.

Kondisinya kian runyam karena banyak orang termakan mitos (anggapan yang salah) yaitu informasi yang menyesatkan yaitu penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dikaitkan langsung dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi atau lokalisasi pelacuran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline