Tahukah Anda kalau setiap tanggal 29 September diperingat Hari Jantung Sedunia dan di Indonesia Hari Jantung Nasional? Sejarah Hari Jantung Sedunia dimulai tahun 2000 dengan tema "I Love my Heart: Let it beat!" Kampanye ini diluncurkan secara global sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran warga Dunia tentang pentingnya kesehatan jantung.
Mungkin, banyak yang tidak tahu atau tidak ingat. Tapi, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah dari 1.000 kelahiran, di desa atau di kota di negara maju atau di negara miskin, angka kejadian penyakit jantung bawaan (PJB) berkisar antara 8 -- 10 kasus.
Di Indonesia? Berdasarkan perkiraan setiap tahun 50.000 kasus PJB terdeteksi dengan berbagai kondisi. Celakanya, 30 persen darai kasus tsb. tidak terdeteksi. Ini al. terjadi karena ada PJB tanpa gejala yang khas yaitu noncyanotic (tidak biru) di samping PJB dengan cyanotic (membiru).
PJB pada anak adalah kelainan struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung akibat gangguan atau perkembangan struktur jantung pada fase awal pekembangan janin. Sudah lebih dari 34 jenis PJB pada anak yang teridentifkasi secara medis. Kebanyakan PJB menghambat aliran darah pada jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah yang abnormal ke jatung dan dari jentung ke organ lan.
Yang jadi persoalan besar, seperti dikatakan oleh Dr Dedi Wilson SpA (K), Konsultan Kardiologi Anak di RS Jantung Jakarta, pada acara "Bicara Gizi - Heart to Heart: Risiko Genetik dan Manajemen Nutrisi Penyakit Jantung Bawaan pada Anak" yang diselenggarakan oleh Nutricia Advanced Medical Nutrition, Danone Indonesia (Jakarta, 22/9-2018), tidak diketahui penyebab pasti PJB. Yang ada adalah faktor-faktor risiko yang juga multi faktor.
Ada tiga yang dikaitkan dengan PJB, yaitu lingkungan (zat kimia dan radiasi, setelah Hirosima dan Nagasaki dibom oleh AS dilaporkan banyak kasus PJB), ibu (infeksi virus, diabetes, SLE, obat-obatan dan alkohol) serta bayi (mutasi gen dan perubahan kromosom). Kelahiran prematur juga bisa jadi faktor pemicu PJB pada anak.
Untuk itulah Dr Dedi menganjurkan agar bayi yang baru lahir menjalani pemeriksaan auskultasi (mendengar denyut jantung), perabaan denyut nadi, pemeriksaan saturasi dan pemeriksaan ekokardiografi. Namun, "Langkah-langkah ini punya kelemahan," kata Dr Dedi mengingatkan. Itulah sebabnya Dr Dedi menganjurkan fetal echo pada usia kehamilan 5 -- 6 minggu bagi ibu yang mempunyai riwajat penyakit jatung, diabetes dan penenggak alkohol.
Selain itu pemantauan tumbuh kemang anak sangat membantu untuk mendeteksi PJB. Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia, orang tua, komunitas dan blogger perlu memahami PJB pada anak dengan baik agar tidak terjadi malanutrisi.
Soalnya, PJB pada anak akan membuat anak bernapas pendek dan cepat, susah makan, keringat berlebihan saat makan, sianosis (kulit, bibir dan kuku berwarna kebiru-biruan). Menurut Dr Dedi, jika anak dengan PJB tida ditangani dengan baik dapat menyebabkan pertumbuhan anak tidak baik dan kurang nutrisi (wasting/stunting), gangguan perilaku anak, gangguan saraf, infeksi saluran pernapasan yang berulang sampai kematian. Maka, "Deteksi dini adalah kunci utama untuk menentuan penanganan yang sesuai," ujar Dr Dedi.
Salah satu dampak PJB pada anak adalah risiko malanutrisi yang bisa berujung pada stunting (pertumbuhan yang tidak maksimal sampai usia dua tahun). Malanutrisi bisa terjadi karena masukan kalori yang tidak adekuat, absorbs dan pemanfaatkan yang tidak efisien, serta peningkatan kebutuhan kalori/energi yang tidak terpenuhi.
Dalam penjelasannya Dr Klara Yuliarti, SpA (K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak di RSCM Jakata, mengatakan bahwa asupan yang tidak memadai pada anak dengan PJB terjadi karena anak susah mengisap, menelan, cepat lalah saat makan, dan pembatasan cairan. Maka, "Anak dengan PJB membutuhkan penatalaksaan nutrisi yang khusus," kata Dr Klara.