Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Perempuan Korban Kejahatan Seksual Jadi Korban "The Second Sexual Violence"

Diperbarui: 14 Mei 2022   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Sekelompok pemuda meraba-raba seorang wanita di jalanan di Kairo, Mesir (Sumber: qz.com, 30/6-2015)

*Menggagas sanksi pidana penjara atau pidana sosial bagi pengejek korban kejahatan seksual

Disebutkan oleh Penggagas 'House of the Unsilenced', Eliza Vitri Handayani: .... masih banyak penyintas (korban kekerasan yang selamat) yang takut, bahkan malu, berbicara terkait kekerasan yang dialami. Sikap masyarakat yang cenderung menyalahkan perempuan pun menjadi salah satu penyebab (Korban Pelecehan, Penyintas Kekerasan Seksual Diajak Bersuara. Ini judul di Harian "Kompas", 19/8-2018).

Korban kekerasan seksual, termasuk pelecahan seksual, bahkan dalam ikatan pernikahan yang sah (marital rape), akan memilih diam karena di social settings mereka justrujadi korban kekerasan (sosial) yang jauh lebih dahsyat. Itu artinya korban-korban pelecahan seksual kekerasan seksual akan mengalami the second sexual violence (kekerasan seksual yang kedua).

Celakanya, kekerasan seksual dalam perkawinan tidak jadi perhatian banyak kalangan di Indonesia karena berbagai faktor, mulai dari tradisi sampai keyakinan.

Baca juga: Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Minus "Marital Rape" 

Jangankan di masyarakat, di proses peradilan pun korban kekerasan seksual sudah mengalami kekerasan. Mulai dari pemeriksaan di kepolisian, kejaksaan sampai di persidangan pengadilan. Bahkan, ada seorang calon hakim agung laki-laki ketika fit and proper test di DPR mengatakan bahwa pelaku dan korban perkosaan sama-sama menikmati. "Yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati. 

Jadi, harus pikir-pikir terhadap hukuman mati." Ini jawaban calon hakim agung, Muhammad Daming Sanusi, menjawab pertanyaan anggota DPR tentang hukuman mati bagi pemerkosa pada fit and proper test hakim agung di Komisi III DPR, 14/1-2013 (Calon Hakim Agung: Korban dan Pelaku Pemerkosaan Saling Menikmati, kompas.com, 14/1-2013).

Dulu santer pula terdengar sindiran bahkan ejekan terhadap korban pemerkosaan ketika diperiksa sebagai saksi korban di salah satu instansi: Diperkosa ni ye. Apakah Saudari goyang waktu diperkosa? Dst .... Belakangan instansi itu membantah.

Bahkan, dalam banyak berita perkosaan wartawan dan polisi justru jadi ‘pemerkosa kedua’ karena membeberkan kajadian secara telanjang.

Baca juga: Wartawan Sebagai Pelaku "The Second Rape" dalam Berita Perkosaan

Yang tidak masuk akal pelaku diberikan hak istimewa yaitu media massa dilarang menyebut identitas pelaku dan ketika di hadapan publik wajahnya ditutup. Sementara korban dibawa jaksa ke sidang pengadilan tanpa perlindungan privasi. Ada pula instansi dan institusi yang justru memberikan 'panggung' bagi pelaku kejahatan seksual untuk membela diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline