"Pada umumnya penderita mengidap penyakit ini pernah tinggal di luar Sabu, setelah berada di Sabu baru diketahui mengidap HIV/AIDS melalui pemeriksaan darah." Ini dikatakan oleh Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sabu Raijua, NTT, Raijua Jhon Haga, dalam berita "Penyakit HIV/AIDS Meningkat Pesat di Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang NTT" (timor.id, 13/5-2018).
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupatan Sabu Raijua pada tahun 2017 tercatat 17, sedangkan tahun 2018 sampai Mei terdeteksi 15 warga yang mengidap HIV/AIDS.
Pernyataan Jhon Haga ini merupakan salah satu bentuk penyangkalan yang mengesankan tidak ada warga Sabu yang mengidap HIV/AIDS.
Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah semua warga menjalani tes HIV sebelum meninggalkan Sabu?
Kalau jawabannya tidak, maka bisa saja warga Sabu yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang pernah ke luar Sabu tertular HIV di Sabu sebelum ybs. keluar dari Sabu.
Jhon Haga bisa saja mengatakan di Sabu tidak ada pelacuran hanya karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang 'resmi'.
Tapi, apakah Jhon Haga bisa menjamin di Sabu tidak ada transaksi seks yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK)?
Mungkin di Sabu tidak ada PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di satu tempat. Transaski seks yang terjadi bisa saja melibatkan PSK tidak langsung yaitu cewek-cewek yang bisa diajak melakukan hubungan seksal yang ada di warung remang-remang, kafe, panti pijat, kafe, dll.
Di bagian lain disebutkan pula: "Ironisnya, dari ketujuh belas korban penderita penyakt HIV/AIDS beberapa di antaranya merupakan ibu rumah tangga."
Yang ironis bukan ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, tapi suami-suami yang menularkan HIV ke istrinya. Ini menunjukkan ada kegiatan transaksi seks kalau tidak ada lokalisasi pelacuran, maka melibatkan PSK tidak langsung.
Yang perlu diingat adalah kasus yang terdeteksi yaitu 32 tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi (32) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.
Maka, Pemkab Sabu perlu membuat regulasi yang bisa mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS yang belum terdeteksi. Jika warga yang mengidap HIV/AIDS tidak terdeteksi, maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.