"Mirisnya, 90,5 persen kasus ditemukan pada usia 20-49 tahun, yang merupakan usia produktif." Ini ada dalam berita "90,5 Persen Kasus HIV/AIDS di Badung (Bali-pen.) Diderita Usia Produktir" (balipost.com, 2/5-2018).
Ketua Pelaksana Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Badung, Bali, Ketut Suiasa, mengatakan kasus HIV tercatat 1.738, AIDS 1.164. Dari kasus tersebut sebanyak 2.440 orang terjadi pada usia 20-49 tahun.
Pemkab Badung sendiri sudah menelurkan Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2008 tanggal19 Mei 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Tapi, karena tidak aplikatif, maka tidak mendukung penanggulangan HIV/AIDS (Baca juga: Perda AIDS Kab Badung, Bali: Tidak Ada Mekanisme Pemantauan Pemakaian Kondom).
Mitos
Fakta itu tidak seharusnya bikin miris karena itu adalah sesuatu yang alamiah. Jika faktor risiko (cara penularan) 90,5 persen itu adalah hubungan seksual, maka itu masuk akal karena pada usia itulah libido seks memuncak.
Yang miris kalau 90,5 persen kasus HIV/AIDS ditemukan pada bayi dan anak-anak. Itu artinya banyak ibu rumah tangga di Badung yang tertular HIV/AIDS dengan kemungkinan pertama ibu-ibu itu tertular HIV dari suaminya. Maka, begitu banyak laki-laki dewasa di Badung yang perilaku seksualnya berisiko tertular HIV/AIDS.
Pernyataan di atas menunjukkan pehaman terhadap epidemi HIV/AIDS di kalangan banyak wartawan dan redaktur media massa dan media online yang rendah. Ini semua terjadi al. karena pelatihan tentang penulisan berita HIV/AIDS yang komprehensif lima tahun belakangan ini mandeg.
Padahal, salah satu keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS adalah melalui diseminasi informasi tentang HIV/AIDS melalui media massa dan media online. Ini sudah dibuktikan Thailand yang berhasil menekan insiden infeksi HIV baru. Ada lima program penanggulangan HIV/AIDS yang dijalankan Thailand secara simultan dengan skala nasional yang menempatkan diseminasi informasi HIV/AIDS di urutan pertama.
Pada lead berita ini pun ada informasi yang tidak akurat: Penemuan kasus HIV dan AIDS di Badung semakin menjadi-jadi. Bahkan, jumlah kasus pengidap penyakit mematikan ini mencapai sebanyak 2.902 kasus.
Belum ada kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena (virus) HIV atau (masa) AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi pada masa AIDS, secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV, karena penyakit-penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TBC, dll.
Jika dibicarakan dari aspek epidemilogi, maka makin banyak kasus yang ditemukan kian banyak mata rantai yang diputus. Jadi, penemuan kasus yang banyak bukan 'semakin menjadi-jadi', tapi semakin baik dari aspek penanggulangan.