"Ibu Rumah Tangga Dominasi Kasus HIV-AIDS Di Sleman." Ini judul berita di krjogja.com (6/3-2018), Tentu saja pemakaian kata 'dominasi' salah nalar. Di KBBI disebutkan dominasi adalah penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dalam bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya).
Bagaimana bisa ibu rumah tangga mendominasi (penyebaran) HIV/AIDS di Sleman, DI Yogyakarta, karena mereka justru korban dari dominasi laki-laki (baca: suami). Mereka tertular HIV dari suami yang tertular HIV karena melakukan perilaku seksual yang berisiko, yaitu sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan yaitu pekerja seks komersial (PSK).
Ibu-ibu rumah tangga ditempatkan sebagai sub-ordinat laki-laki sehingga mereka dibungkam dan tidak punya hak untuk bertanya tentang perilaku seksual suami di luar rumah. Celakanya, dalam banyak kasus kalau seorang istri terdeteksi mengidap HIV/AIDS suam malah menuduh istrinya selingkuh. Persoalan kian rumit karena suami dari ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS menolak menjalani tes HIV. Bahkan, ada yang langsung meninggalkan istri dan anak-anaknya.
Pernyataan pada lead berita ini juga tidak masuk akal: Dalam dua tahun terakhir, kasus HIV-AIDS di Kabupaten Sleman didominasi dari kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT) karena transmisi seksual seperti seperti LGBT.
Tidak jelas apa yang dimaksud wartawan atau redaktur dengan ' .... karena transmisi seksual seperti seperti LGBT.'
Pada lesbian tidak terjadi seks penetrasi. Belum ada laporan kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian.
Sedangkan laki-laki gay tidak punya istri, lalu bagaimana laki-laki gay menularkan HIV ke ibu-ibu rumah tangga.
Yang jadi persoalan adalah biseksual. Laki-laki biseksual mempunyai istri tapi juga melakukan seks dengan laki-laki disebut LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki). Laki-laki biseksual jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas LSL ke masyarakat, dalam hal ini istri dan pasangan seksual lain.
Disebutkan kasus HIV/AIDS paling banyak ada pada kalangan wiraswasta, tapi tidak dijelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal, secara empiris bisa dijelaskan yaitu kalangan wiraswasta punya uang sehingga bisa beli seks di luar lokasi pelacuran. Masalahnya adalah PSK di lokasi pelacuran ada pendampingan berupa advokasi agar memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali terjadi hubungan seksual. Sedangkan transaksi seks di luar tempat pelacuran tidak ada pendamping sehingga hubungan seksual dilakukan tanpa kondom yang berisiko terjadi penularan HIV jika PSK idap HIV/AIDS atau sebeliknya.
Ini pernyataan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Sleman, Mulyanto: "Salah satu program utama kami adalah menyelamatkan generasi muda agar terhindar dari kasus HIV-AIDS." Padahal, kasus HIV/AIDS terbanyak ada pada ibu rumah tangga. Nah, kalau tidak ditangani dokter kelak akan lahir anak-anak dengan HIV/AIDS. Generasi muda tidak bisa lagi diselamatkan kalau sudah lahir dengan HIV/AIDS.
Berita ini sama sekali tidak memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS.