Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Lima PSK Tretes Idap HIV/AIDS, Pelanggan Berisiko Tertular HIV

Diperbarui: 7 Februari 2018   04:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Salah satu sudut Puncak, Tretes, Jawa Timur (Sumber: wartaonline.co.id)

Informasitentang PSK yang idap AIDS itu sangat baik untuk diberitakan karena memenuhi unsur layak berita yang kuat dan menyentuh kehidupan masyarakat. Sayang, wartawan yang menulis infomasi itu dalam "Lima PSK di Puncak Tretes Kab.Pasuruan Positif Menderita HIV/AIDS" (harianbhirawa.com, 1 Februari 2018) sama sekali tidak mengolah informasi tsb. sebagai berita yang bisa mencerdasarkan masyarakat.

Wartawan hanya berkutat di seputar aksi penangkapan pekerja seks komersial (PSK) melalui razia yang dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri atas petugas Satpol PP Kab Pasuruan, polisi dan TNI. Padahal, informasi itu sangat berguna bagi masyarakat, khususnya laki-laki 'hidung belang', yang pernah atau sering ngeseks di Tretes.

Yang tidak masuk akal lagi wartawan memilih menulis inisial nama 16 PSK yang terjaring razia. Tidak dijelaskan apakah inisial itu nama di KTP atau nama sebagai PSK. Soalnya, PSK biasanya tidak memakai nama asli sebagai nama untuk kerja sebagai PSK. Kalau inisial itu berdasarkan nama panggilan sebagai PSK, maka ketika mereka pindah tempat 'praktek' nama pun akan berganti. Maka, tidak ada manfaat menulis nama inisial PSK itu dalam berita karena tidak bisa jadi patokan.

Selain itu tes HIV yang dilakukan saat razia itu bersifat survailans tes HIV yang tidak akurat karena tidak dikonfirmas dengan tes lain. Sesuai dengan standar tes HIV setiap tes HIV apa pun hasilnya harus dikonfirmasi dengan tes lain.

Persoalan lain yang luput dari perhatian tim gabungan dan wartawan adalah bisa jadi ada di antara 16 PSK ketika menjalani tes HIV sedang dalam masa jendela yaitu tertular di bawah 3 bulan. Itu artinya hasil tes bisa negatif palsu (HIV sudah ada di darah tapi reagent tidak bisa mendeteksi antibody HIV karena belum terbentuk) atau positif palsu (HIV tidak ada di darah tapi reagent mendeteksi virus lain sehingga hasil tes reaktif).

Terlepas dari masalah-masalah itu yang jelas ada 5 laki-laki pengidap HIV yang menularkan HIV ke 5 PSK. Dalam kehidupan sehari-hari 5 laki-laki pengidap HIV itu bisa sebagai suami, pacar, selingkuhan, lajang, dll. 5 laki-laki ini jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Yang beristri menularkan HIV ke istri (horizontal) atau pasangan seks lain bisa perempuan ada pula kemungkinan laki-laki dan waria. Kalau istrinya tertular HIV ada pula risiko penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya (vertikal) terutama ketika persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

dokumentasi AIDS Watch Indonesia

Di sisi lain 5 PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tsb. sudah meladeni ratusan bahkan ribuan laki-laki yang tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual. Rata-rata seorang PSK melayani 3-5 laki-laki setiap malam. Ketika mereka terdeteksi mengidap HIV/AIDS pada razia tim gabungan itu berarti mereka sudah tertular lebih dari 3 bulan.

Dengan kondisi itu jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS dari 5 PSK itu adalah: 5 PSK x 3-5 laki-laki x 20 hari/bulan x 3 bulan = 900 -- 1.500.

Dalam kehidupan sehari-hari 900 -- 1.500 laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan 5 PSK pengidap HIV/AIDS itu bisa sebagai suami, pacar, selingkuhan, lajang, dll. 5 laki-laki ini jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Yang beristri menularkan HIV ke istri (horizontal) atau pasangan seks lain bisa perempuan ada pula kemungkinan dengan laki-laki (LSL-Lelaki Suka Seks Lelaki) dan waria. Kalau istrinya tertular HIV ada pula risiko penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya (vertikal) terutama ketika persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Thailand yang di awal tahun 1990-an mendeteksi hampir 1 juta warga yang mengidap HIV/AIDS bisa menurunkan kasus baru hanya 6.400/tahun. Bandingkan dengan Indonesia yang setiap tahun bertambah 48.000 kasus HIV/AIDS baru. Keberhasilan Thailand berkat dukungan media massa yang menyebarkan informasi HIV/AIDS yang akurat sehingga warga paham cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis.

Sedangkan di Indonesia hampir 90 persen berita mengedepankan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS karena informasi dibalut dengan opini yang berpijak pada moral. Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline