Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Dua Puluh Ribu Pelajar SMP dan SMA di Jawa Tengah Mengidap HIV/AIDS

Diperbarui: 12 Desember 2017   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: Washington DC YouthForce)

"Jawa Tengah darurat HIV/AIDS, tercatat 20.000 pelajar terjangkit." Judul berita di merdeka.com (7/12-2017) ini benar-benar fantastis. Dalam laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 24 Mei 2017, disebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Jateng adalah 24.569. Tidak tanggung-tanggung penjelasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah pelajar itu di tingkat SMP dan SMA.

Angka yang dilansir oleh BNP Jateng itu disebutkan data itu dari KPA. Tidak jelas apakah yang dimaksud dengan KPA adalah Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Tengah.

Angka 20.000 disebutkan dari tahun 1993-2017, ada beberapa hal yang menimbulkan pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu:  

Pertama, tidak jelas apakah angka 20.000 tsb. bagian dari jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS Jateng seperti yang dilaporkan Ditjen P2P.

Kedua, tidak ada penjelasan tentang faktor risiko (cara penularan) HIV kepada 20.000 pelajar SMP dan SMA di Jateng itu.

Ketiga, jika 20.000 kasus HIV/AIDS pada pelajar SMP dan SMA terjadi dengan faktor risiko hubungan seksual itu artinya pelajar SMP dan SMA di Jateng termasuk yang berperilaku  berisiko tinggi tertular HIV, al. sering melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) dengan kondisi pelajar laki-laki tidak memakai kondom

Keempat, tidak dijelaskan komposisi jenis kelamin 20.000 pelajar yang mengidap HIV/AIDS tsb. Ini penting karena kalau banyak pelajar putri yang idap AIDS bisa jadi dari pacar mereka yang perilaku seksualnya berisiko atau pelajar yang idap AIDS itu 'nyambi' jadi PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata dan tidak mangkal di lokasi/tempat pelacuran, seperti pelajar, mahasiswi, pemijat, ibu-ibu, dll.).

Kelima, tidak ada penjelasan tentang sebaran kasus pada pelajar SMP dan SMA. Apakah terpusat di kota atau di desa?

Keenam, tidak ada penjelasan tentang status mereka sebagai pelajar. Apakah pihak sekolah mengetahui atau tidak? Apakah ada yang dikeluarkan dari sekolah?

Dengan enam pertanyaan itu menunukkan berita ini hanya mengusung sensasi tanpa fakta (empiris). Bahkan, di bagian awal berita ada penjelasan yang sangat naif yaitu mengait-ngaitkan kasus pelajar itu dengan kemajuan teknologi sehingga " .... pergaulan anak muda menjadi agak kebarat-baratan. Parahnya, sampai menerobos norma budaya ketimuran yang selalu dijaga para pendahulu."

Perilaku seksual yang berisiko tertular HIV tidak ada kaitannya dengan kebarat-baratan. Bahkan, masyarakat di Barat sono justru menerapkan seks yang aman ketika melalukan hubungan seksual yang berisiko yaitu memakai kondom.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline