Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Olahraga Indonesia Terpuruk karena "Mendewakan" Bulu Tangkis dan Sepak Bola

Diperbarui: 31 Agustus 2017   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lifter Indonesia, Deni, raih medali emas di Sea Games 2017: Akankah penghargaan yang layak setara dengan pemain bulu tangkis? (Sumber: Harian KOMPAS)

"Darurat Olahraga Indonesia"  Ini headline Harian "KOMPAS" (30/8-2017). "Saat Indonesia terpuruk, Malaysia berjaya dengan 140 emas, pastikan juara umum SEA Games" Ini judul berita "BBC Indonesia" (30/8-2017).

Dua judul berita itu merupakan realitas olahraga nasional terkait dengan pandangan bangsa ini terhadap olahraga yang hanya mendewakan sepak bola dan bulutangkis semata. Peraih emas di berbagai kegaitan olahraga regional dan internasinal dari cabang-cabang olahraga di luar bulu tangkis dan sepakbola sama sekali tidak mendapat penghargaan yang setimpal dengan pujian terhadap juara bulutangkis.

Kalau memang cabang olahraga di luar bulu tangkis dan sepakbola tidak dihargai, ya sudah tidak perlu kita kirim atlet ke pesta-pesta olahraga internasional. Kirim saja pemain bulu tangkis dan pesepakbola yang banyak. Kasihkan 'kan lihat atlet angkat besi dan angkat berat yang menyumbang medali emas tapi tak dapat penghargaan dan penyambutan yang layak. Liputan sebagian media massa pun tidak berimbang karena lebih menyorot bulu tangkis dan sepak bola.

Sepak bola dan bulu tangkis adalah game (permainan) karena tidak ada rekor yang setiap saat bisa dipecahkan atau bertahan dalam waktu yang lama di cabang olahraga ini. Induk olahraga adalah ateletik (jalan, lari, lompat, lempar, tolak) yang ditandai dengan pemecahan rekor.

Tambang Medali

Karena moto Olimpiade modern, misalnya,adalah (Bahasa Latin): "Citius, Altius, Fortius", dalam Bahasa Inggris: "Faster, Higher, Stronger", dalam Bahasa Indonesia: "Lebih cepat, Lebih tinggi, Lebih kuat". Ini ada di cabang-cabang olahraga dengan rekor yang bisa dipecahkan yang tidak ada di bulutangkis dan sepakbola.

Tambang medali (emas) pun bukan di bulu tangkis dan sepakbolah karena di bulu tangkis hanya ada 5 medali emas (tunggal putra dan putri, ganda putra dan putri serta ganda campuran). Biar pun pemain sepak bola 11 orang dan semua, bahkan pemain cadangan, dapat medali hitungannya hanya satu medali.

Tambang medali emas ada di atletik dan renang. Dulu kita berjaja di renang karena ada Nasution bersaudara sehingga di ASEAN Games dan Asian Games kita masih bisa berbicara karena peroleh medali dari renang.

Tapi, sekarang tidak ada lagi keunggulan di cabang renang, maka harapan Indonesia hanya dari cabang-cabang lain yang bisa menyumbang satu atau dua medali emas. Di SEA Gamer 17 Kuala Lumpur 2017, misalnya, ada di peringkat ke-5 di bawah Malaysia (juara umum), Thailand, Vietnam dan Singapura. Memang, pada SEA Games 2011 di Jakarta/Palembang Indonesia juara umum, tapi apakah harus jadi tuan ruam baru bisa jadi juara umum?

Paradigma Berpikir

Maka, selama paradigma berpikir bangsa Indonesia yang hanya melihat bulu tangkis dan sepak bola sebagai olahraga, maka Indonesia akan terus terpuruk di sektor olahraga. Bangsa yang besar dalam olahraga bukan karena juara bulu tangkis dan sepak bola, tapi jawara di cabang-cabang atletik, terutama lari 100 meter dan marathon, yang jadi kebanggaan tersendiri bagi pelari dan negara asal pelari tsb.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline