Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

KPK Akan Usut Apakah Mesin Roll-Royce yang Terbaik Untuk Airbus A330 Garuda

Diperbarui: 20 Januari 2017   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mesin Roll-Royce di Airbus A300-330 Garuda (Sumber: infopublik.id)

Berawal dari berita yang dilansir “VOA Indonesia”: “Rolls Royce Sepakat Bayar US$ 808 Juta untuk Klaim Penyuapan” yang bersumber dari “Associated Press” (18/1-2017) praktek busuk penjualan mesin kapal terbang buatan Inggris itu terkuak. Dalam berita disebutkan ada 12 negara yang diselidiki, salah satu di antaranya Indonesia. Sanksi untuk Roll-Royce diputuskan hakim di Inggris karena konspirasi untuk korupsi, akuntansi palsu dan kegagalan untuk mencegah penyuapan dalam operasi selama tiga dekade.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri setelah melakukan penyelidikan, al. dengan penggeladahan di beberapa tempat, dan dengan bekal informasi dari Serious Fraud Office (SFO) Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura kemudian menetapkan  mantan Dirut Garuda Indonesai, ES, sebagai tersangka dugaan suap pengadaan mesin kapal terbang Garuda jenis Airbus A330. KPK juga menetapkan SS pemilik perusahaan yang memberikan suap juga sebagai tersangka.

KPK menjerat ES yang diduga menerima suap senilai 1,2 juta Euro, dan 180 ribu dolar AS atau setara Rp 20 miliar. Demikian pula dengan barang senilai  2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Sebagai penerima, Emir disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP (m.liputan6.com, 19/1-2017).

Karena yang menikmati suap pribadi, dalam hal ini ES sebagai mantan Dirut Garuda, maka KPK tidak bisa menjerat PT Garuda Indonesia dengan pidana korupsi korporasi. Itu pulalah sebabnya KPK tidak akan menyita pesawat Garuda yang memakai mesin Roll-Royce yang diduga pembeliannya terkait dengan praktek suap.

Airbus A330 pertama kali terbang tanggal 2 November 1992. Sedangkan maskapai pertama yang mengoperasikan A330-300 adalah Delta Air Lines pada bulan Mei 2015. Airbus sendiri memakai tiga jenis mesin sehingga KPK akan mencaritahu apakah mesin Roll-Royce yang terbaik untuk Airbus A330 yang dibeli Garuda Indonesia pada priode 2005-2014 sebanyak 50 unit. Mesin tsb. adalah Rolls Royce Trent 700, Pratt & Whitney PW 4000, dan General Electrik GE CF6-80E. Langkah KPK ini masuk akal karena kalau mesin Roll-Royce yang terbaik tentulah agen penjualan mesin kapal terbang itu tidak perlu menyuap banyak pihak di 12 negara agar membeli mesin Roll-Royce. Dengan kondisi ini KPK memperkirakan ada ‘kick back’ yaitu suap atau imbalan jika membeli mesin Roll-Royce.

Airbus A330-300 milik Garuda dapat menjelajah angkasa sejauh 15.000 km  atau  12 jam terbang non-stop. Kapasitasnya 287 tempat duduk, al. dari 24 kelas bisnis. Dalam konferensi pers (19/1-2017) di KPK, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, mengatakan: "Bahwa ada tiga jenis mesin yang bisa dipakai Airbus, apakah Rolls-Royce pilihan yang terbaik untuk Airbus? Kalau memang bagus untuk Airbus milik Garuda, ya bersyukur. Tetapi jangan sampai karena ada suap jadi mereka memilih itu sehingga KPK sangat serius menangani hal itu."  (antaranews.com, 19/1-2017).

Jika hasil penyidikan KPK menunjukan bahwa mesin Roll-Royce bukan yang terbaik untuk Airbus A330-300 Garuda, maka bisa saja diterapkan pasal pidana lain selain suap karena terkait dengan keselamatan ratusan penumpang kapal terbang tsb.

Dakwaan pidana jika mesin Roll-Royce bukan yang terbaik bagi pesawata Garuda A330-300 tentulah lebih serius daripada dakwaan suap karena menyangkut nyawa ratusan orang sekali terbang. Airbus A300-330 bisa membawa 287 penumpang dan sejumlah awak pesawat.  Jika dianalogikan dengan pendapat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Buwas, yang menerapkan pidana pembunuhan berencana bagi pilot yang mabuk dan pakai narkoba, bisa saja pidana ini diterapkan bagi orang-orang yang mengancam keselamatan nyawa orang lain (Lihat: Pidana Pembunuhan Berencana bagi Pelaku Kejahatan, Pilot, dan Pengemudi yang Pakai Miras serta Narkoba).

Kasus ini lagi-lagi membuktikan tidak ada hubungan langsung antara penghasilan dengan korupsi. Buktinya, pejabat tinggi, kepala daerah, pegawai pajak, dirut BUMN, dll. yang menerima gaji puluhan sampai ratusan juga rupiah setiap bulan dan bonus yang besar tetap saja melakukan tindak pidana suap dan korupsi. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline