Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Repot-repot Bentuk 'Tim Reformasi' Cegah Praktik Korupsi, Lakukan Saja 'Pembuktian Terbalik'

Diperbarui: 23 November 2016   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustasi (Sumber: www.safaltakemayne.com)

“Sri (Menteri Keuangan Sri Mulyani-pen.) mengatakan, tim itu akan mereformasi dan memperbaiki tata kelola Ditjen Pajak. Reformasi diperlukan guna menghindarkan Ditjen Pajak dari praktik korupsi.” Ini ada dalam berita “Sri Mulyani Bakal Bentuk Tim Reformasi Ditjen Pajak” (kompas.com, 23/11-2016).

Berbagai langkah untuk mencegah praktik suap, sogok dan korupsi sudah dilakukan, tapi para (calon) koruptor tetap saja bisa mencari celah untuk melakukan praktik-praktik busuk yang merampok uang negara itu.

Atau bisa juga korupsi tidak dianggap sebagi perbuatan yang melawan aturan norma, moral dan agama karena bulum ada ‘titah’ dari organisasi keagamaan. Soalnya, biar mencuri merupakan perbuatan yang melawan norma, moral dan agama tapi PT PLN harus meminta fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyatakan bahwa menciri listrik hukumnya haram (Fatwa Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pencurian Energi Listrik).

Persoalannya kemudian adalah: Apakah ancaman neraka sebagai konsekuensi mencuri efektif mencegah praktik pencurian listri? Ya, kita tunggu hasil audit PLN terkait dengan dampak fatwa tsb.

Namun, satu hal yang luput dari perhatian adalah pencurian aliran listrik juga melibatkan pihak-pihak lain yang terkait dengan listrik. Apakan oknum-oknum yang membantu konsumen untuk menciri aliran listrik juga termasuk sebagai perbuatan yang haram dalam konteks fatwa MUI tsb.?

Menkeu dikabarkan ‘berang’ karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin (21/11/2016) malam (kompas.com, 23/11-2016).

Seorang aktivis anti korupsi menceritakan pengalamannya ketika mengajak Gus Dur untuk memberantas praktik korupsi dengan pijakan agama. Menurut Gus Dur percuma saja karena orang-orang yang melakukan korupsi akan melakukan berbagai cara agar perbuatannya tidak dicatat sebagai dosa agar terhindar dari neraka. Dan, hal itu bisa terjadi sehingga kalau dengan pijakan agama maka praktik korupsi tidak akan bisa dihentikan.

Menkeu Sri Mulyani boleh-boleh saja menerapkan lima langkah strategis yang akan dilakukan ‘tim reformasi’ dalam memperbaiki tata kelola Ditjen Pajak untuk menghindarkan pratik suap, sogok dan korupsi. Tapi, apakah ada jaminan bahwa lima langkah itu otomatis akan menutup rapat-rapat celah untuk melakukan suap, sogok dan korupsi di Ditjen Pajak?

Kalau jawabannya YA, kita pantas mengacungkan jempol ke Bu Menkeu.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka membentuk ‘tim reformasi’ itu hanya sebatas retorika.

Tidak perlu ada ‘tim reformasi’, juga di kementerian lain, cukup dengan langkah jitu yaitu “pembuktian terbalik”. Setiap pegawai diminta membuktikan asal-usul semua harta yang dimiliki. Celakanya, tidak instrumen hukum yang secara eksplisit mewajibkan setiap orang untuk membuktikan harga kekayaannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline