“Belasan Wanita yang Terjaring Razia Sempat Tolak Jalani Tes HIV.” Ini judul berita di kompas.com (23/9-2016) tentang operasi rutin di Kota Ternate, Maluku Utara. Ini salah satu bentuk ‘penanggulangan’ HIV/AIDS di Indonesia yaitu dengan mencari-cari perempuan yang mengidap HIV/AIDS di kalangan pekerja seks dan industri hiburan, tapi mengabaikan akar persoalan.
Biasanya pemerintah lokal, melalui dinas kesehatan atau institusi lain, akan menunjukkan kekhawatiran, kegaduhan, dll. dengan menyampaikan pernyataan: “Gawat, AIDS terdeteksi pada wanita pekerja malam.” Ada lagi begini: “Miris. AIDS merajalela di kalangan wanita penghibur.” Ini sekedar contoh karena banyak pernyataan bombastis yang justru menutupi fakta tentang penyebaran HIV/AIDS di daerah tsb.
Operasi rutin yang dilaksanakan aparat gabungan dari Satpol PP Kota Ternate bersama Kodim 152 dan Polres Ternate terhadap ‘wanita pekerja malam’ ini misalnya. Disebutkan bahwa terhadap 15 ‘wanita pekerja malam’ itu dilakukan tes HIV.
Langkah itu adalah kegiatan di hilir. Artinya, kalau ada di antara ‘wanita pekerja malam’ itu hasil tes HIV-nya positif, maka itu artinya ada laki-laki dewasa warga Kota Ternate yang menularkan HIV ke ‘wanita pekerja malam’ tsb. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Tanpa dia sadari sebagai suami dia sudah menularkan HIV ke istrinya atau perempuan lain yang jadi pasangan seksnya. Kalau istri atau pasangan seksnya tertular HIV, ada pula risiko penularan secara vertikal dari ibu ke bayi yang dikandungnya kelak.
Selain itu kalau ada di antara ‘wanita pekerja malam’ itu hasil tes HIV-nya positif, maka sudah ada puluhan, ratusan bahkan bisa ribuan laki-laki dewasa warga Kota Ternate yang berisiko tertular HIV dari ‘wanita pekerja malam’. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Tanpa dia sadari sebagai suami dia sudah menularkan HIV ke istrinya atau perempuan lain yang jadi pasangan seksnya. Kalau istri atau pasangan seksnya tertular HIV, ada pula risiko penularan secara vertikal dari ibu ke bayi yang dikandungnya kelak.
Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga yang hamil menjadi bukti bahwa ada laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan ‘wanita pekerja malam’.
Itu artinya sudah terjadi penyebaran HIV/AIDS di Kota Ternate melalui laki-laki yang menularkan HIV ke ‘wanita pekerja malam’ dan laki-laki yang tertular HIV dari ‘wanita pekerja malam’.
Penyebaran HIV dari laki-laki pengidap HIV/AIDS ke ‘wanita pekerja malam’ dan dari ‘wanita pekerja malam’ ke laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan ‘wanita pekerja malam’ tidak bisa ditanggulangi karena transaksi seks terjadi sembarang waktu dan di sembarang tempat.
‘Wanita pekerja malam’ itu dikenal sebagai pekerja seks komersial (PSK) tidak langsung karena mereka tidak tidak kasat mata dan ketika melakukan transaksi seks pun tidak bisa diketahui dengan pasti kapan dan di mana. Memang, ada yang dilakukan di tempat-tempat tertentu, seperti panti pijat plus-plus, tapi ini pun terselubung sehingga tidak bisa dilakukan intervensi.
Karena praktek ‘wanita pekerja malam’ dalam melakukan transaksi seks tidak dilokalisir, maka langkah penanggulangan berupa memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan ‘wanita pekerja malam’ tidak bisa dilakukan. Maka, insiden infeksi HIV baru pun terus terjadi.
Pada akhirnya penyebaran HIV di Kota Ternatet yang tidak terkontrol akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***