Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Inilah Kesalahan Media dalam Kasus Penyanderaan di Pondok Indah

Diperbarui: 3 September 2016   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siaran langsung televisi menyairkan suasana di depan rumah penyanderaan di Pondok Indah, Jakarta Selatan (Sumber: youtube.com)

*Wahai reporter televisi berkacalah ke film “Die Hard” ....

“Awak media dibatasi pergerakannya dengan garis polisi.” “Kami tidak bisa memberikan gambar yang jelas.” Dst. Inilah antara lain narasi reporter televisi yang menyiarkan secara langsung pengepungan sebuah rumah di Pondok Indah, Jakarta Selatan, yang diketahui disandera dua perampok. Di salam ada suami-istri dan dua anaknya. Sedangkan pembantu rumah tangga berhasil meloloskan diri dari penyanderaan oleh dua orang yang memakai topeng.

Di satu sisi siaran langsung itu memberikan gambaran riil kepada penonton televisi, tapi tanpa kita sadari penyandera justru memanfaatkan siaran televisi tsb. sebagai bagian dari siasat mereka dalam meloloskan diri. Bisa juga terjadi perampok tidak menonton televisi di rumah itu, tapi anggota komplotan mereka memberikan gambaran riil susana pengepungan dan kekuatan polisi melalui ponsel.

Paling tidak ada empat stasiun televisi nasional yang menyiarkan pengepungan itu secara langsung. “Kami lihat ada lima atau enam polisi masuk ke halaman rumah.” Ini laporan repoter salah satu stasiun televisi. Siaran langsung televisi terus-menerus sampai tulisan ini di-upload ke kompasiana.com/infokespro.

Reporter salah satu stasiun televisi malah membeberkan nama dan pekerjaan sandera. Informasi ini tentu bisa jadi pegangan penyandera, misalnya, untuk menaikkan nilai tebusan. Kalau saja reporter ini menonton film “Die Hard” (Bruce Willis, 1988) tentulah reporter ini tidak gegabah karena dalam film tersebut informasi reporter stasiun televisi memberikan kunci kepada penyandera bahwa perempuan yang mereka sandera adalah istri dari seseorang yang menghalangi kerja mereka. Bruce Willies berperan sebagai detektif John McClane yang sedang menjemput istrinya, diperankan oleh Bonnie Bedelia sebagai Holly Gennero McClane, di satu kantor perusahaan asing. Istrinya dapat promosi jabatan. Tapi, ketika McClane masuk ke gedung itu yang dia jumpai bukan istrinya, tapi kegaduhan karena terjadi penyanderaan.

Ketika polisi berhasil membebaskan sandera, reporter tadi mencoba mewawancarai Holly. 

Plaaaaaaaakkkkkk .... 

Tamparan yang dia terima karena berita yang disiarkan televisi itu membuat dia jadi bulan-bulanan penyandera sebagai cara melumpuhkan musuh mereka, yaitu McClane, suami perempuan itu.

Reporter relevisi menyebutkan jumlah personil polisi, persenjataan dan pergerakan di depan rumah tempat penyanderaan. Ini juga bisa jadi bahan bagi penyandera dalam membuat langkah selanjutnya. Di saat-saat genting masih saja polisi meladeni wartawan untuk wawancara. Untuk apa, Pak Polisi?

Dalam kondisi seperti itu polisi tidak perlu meladeni wartawan karena hanya memperkeruh suasana. Yang perlu dilakukan polisi selain negosiasi adalah meminta bantuan psikolog, misalnya, menganalisis suara kalau ada sambungan telepon atau membaca surat tulis tangan kalau ada permintaan penyandera. Selain itu, polisi perlu mencari denah rumah, jaringan gas, listrik, dll. agar penyerangan bisa dilakukan dengan menurunkan risiko atas keselamatan sandera.

Memang, polisi baru mengambil langkah tegas pukul 14.13 dengan memasuki rumah. Terdengar suara tembakan. Dilaporkan sandera berhasil diselamatkan. Pukul 14.30 seorang terduga pelaku dibawa dengan mobil polisi. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline