Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Toyota Indonesia Berkembang Pesat dengan Filosofi “Perubahan Tiada Henti”

Diperbarui: 24 Agustus 2016   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana diskusi peluncuran buku “25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti” (Sumber: aktual.autobild.co.id)

Merek kendaraan bermotor roda empat, dalam hal ini mobil, sering diidentikkan dengan merek mobil pertama yang merakyat. Itulah yang terjadi pada Toyota. Tidak jarang ada saja orang yang selalu mengatakan merek semua mobil sebagai Toyota karena merek mobil itulah yang pertama dan sering dia jumpai.

“Bengkel (sepeda) motor pun bisa memperbaiki mesin mobil Toyota,” kata seorang sopir angkot di pinggiran Jakarta. Ketika ada mobil yang merakyat, yaitu Toyota Kijang, maaf, kotak masyarakat awam pun melihat mobil itu sebagai merek mobil-mobil yang dijumpainya. Sopir tadi pun kesulitan memperbaiki mobil merek lain jika rusak di tempat yang jauh dari kota.

Meluncurkan sebuah produk yang bisa dikenali secara umum tentulah bukan hal yang mudah. Tapi, itulah yang dilakukan Toyota Indonesia. Diluncurkan perama tahun 1977 berupa kendaraan niaga yang dikenal sebagai “Kijang Buaya” (generasi pertama), mobil ini laris-manis karena mesin yang tidak rumit dan serbaguna pula. Semua varian mobil Toyota tersebar luas di seluruh Nusantara di kota dan di desa. Sampai sekarang Toyota Kijang sudah meluncurkan generasi keenam yang disebut “All New Toyota Innova” yang juga laris manis di pasaran nasional.

Kaizen dan QCC

Tentu muncul pertanyaan: Kok Toyota bisa berhasil memproduksi mobil sampai enam generasi tanpa cacat produksi dan tanpa keluhan konsumen yang berarti? Toyota bisa menjadi merek (branded) global dengan citarasa nasional?

Pertanyaan-pertanyaan yang sangat menggelitik dan jika disimak dari aspek bisnis tentulah tidak akan mudah dapat jawaban karena itu ‘rahasia dapur’.

Tapi, jangan suuzon dulu. Ternyata Toyota Indonesia dengan lapang dada membuka tabir ‘rahasia dapur’ mereka yang sukses memproduksi mobil merek Toyota enam generasi. Bisa dicari di mana ‘rahasia dapur’ Toyota?

Ilustrasi (Sumber: www.youtube.com)

Nah, ‘rahasia dapur’ itu ada di sebuah buku bersampul merah cerah “25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti” dengan tag “Membangun manusia sebelum membuat produk” ditulis oleh Joice Tauris Santi dan diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, 2016. Buku ini dilucurkan pada acara Kompasiana Coverage "Peluncuran Buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia”, 16 Agustus 2016 di Gedung Kompas Gramedia Palmerah Barat, Jakarta Barat.

Untuk mengupas buku ini hadir sebagai pembicara, yaitu: Joice Tauris Santi (penulis buku “Perubahan Tiada Henti” dan jurnalis Kompas), Warih Andang Tjahjono [Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)], Henry Tanoto [Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM)], James Luhulima (Wakil Pemimpin Redaksi Kompas), dan Abdul Mukti (QCC Expert) serta perwakilan dari Kemendibud dan Kemenaker. Acara berlansung semarak berkat moderator Cindy Sistyarani (presenter Kompas TV) yang tampil manis.

Memang, membaca merupakan tantangan terberat bagi bangsa Indonesia karena studi UNESCO (2011) menunjukkan minat baca di Indonesia ada pada angka 1:1.000, Daru 1.000 warga yang jadi ‘kutu buku’ hanya 1 orang. Tapi, buku ini amat layak dibaca karena mengupas langkah Toyota Indonesia dalam mengembangkan diri sampai sebesar sekarang ini. Buku ini memberikan cakrawala  berpikir tentang perubahan bagi yang membaca sekaligus mendorong minat baca untuk mencapai reading society (masyarakat yang gemar membaca).

Dalam sambutannya Budiman Tanuredja, Pemimpin Redaksi Harian “KOMPAS” mengutip pernyataan pengarang terkenal, Milan Kundera, yaitu kemajuan suatu bangsa al. karena membaca. Milan Kundera seorang novelis terkenal asal Republik Ceko yang tinggal dalam pembuangan di Perancis sejak 1975 dan dinaturalisasi pada tahun 1981. Sebaliknya, Kundera mengatakan  menghancurkan sebuah bangsa pun bisa pula dengan memusnahkan buku tentang bangsa itu. Lalu, Korea Selatan (Korsel) yang merdeka juga ‘semusim’ dengan Indonesia tapi jauh lebih maju. Pemimpin Umum Harian “KOMPAS”, Jacob Oetama, mengingatkan kajian Samuel P Huntington tentang kemajuan Korsel, Rupanya, ada faktor “X” yaitu budaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline