Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

AIDS di Kota Blitar Ditanggulangi (Hanya) dengan Sosialisasi

Diperbarui: 22 Agustus 2016   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: www.dnaindia.com)

“Saat ini prostitusi sudah ditutup, tingginya angka HIV/AIDS ini sungguh mengejutkan. Kami menduga, penyebaran HIV/Aids itu sekarang bersumber dari café, tempat karaoke dan rumah kost yang seringkali digunakan sebagai tempat mesum dan pesta narkoba. Kami mengimbau Dinkes untuk turun memberikan sosialiasi di tempat-tempat itu.” Ini pernyataan anggota Komisi I DPRD Kota Blitar, M.Nuhan Eko Wahyudi dalam berita “Dewan Imbau Dinkes Sosialisasi HIV/AIDS Ke Café, Kost dan Karaoke” (jatimtimes.com, 18/8-2016).

Data di Dinkes Kota Blitar menunjukkan sampai pertengahan Agustus 2016 sudah ada 92 penderita HIV-AIDS yang terdeteksi. Angka ini tidak menggambarkan jumlah warga yang mengidap HIV/AIDS karena ada yang tidak terdeteksi. Hal ini terjadi karena warga yang mengidap HIV/AIDS tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik mereka dan tidak ada pula keluhan kesehatan yang terkait langsung dengan AIDS.

Pernyataan anggota DPRD Kota Blitar itu menunjukkan anggota DPRD itu terkungkung mitos (anggapan yang salah) yang selama ini menjadi salah satu faktor yang menyulitkan penanggulangan HIV/AIDS, yaitu sumber HIV/AIDS adalah prostitusi, dalam hal ini lokalisasi pelacuran.

Fakta: HIV/AIDS di lokalisasi pelacuran yang terdeteksi pada pekerja seks komersial (PSK) dibawa atau ditularkan oleh laki-laki ‘hidung belang’ yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa memakai kondom.

Laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, atau lajang yang seterusnya menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Bagi laki-laki yang mempunyai istri, maka ada risiko menularkan HIV ke istrinya. Jika istrinya tertular, itu artinya anak yang dikandung istrinya berisiko pula tertular HIV dari ibunya selama di kandungan atau ketika persalinan atau sewaktu menyusu ke ibunya.

Selanjutnya ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK karena melakukan hubungan seksual dengan tidak memakai kondom. Laki-laki ini pun dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, atau lajang yang seterusnya menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Fakta inilah yang tidak diketahui oleh anggota Komisi I DPRD Kota Blitar tadi sehingga mengaitkan lokalisasi pelacuran dengan penyebaran HIV/AIDS.

Disebutkan pula oleh Nuhan: “Kami menduga, penyebaran HIV/Aids itu sekarang bersumber dari café, tempat karaoke dan rumah kost yang seringkali digunakan sebagai tempat mesum dan pesta narkoba ....”

Ini juga persis sama dengan lokalisasi pelacuran. HIV/AIDS tidak serta-merta hadir atau ada di café, tempat karaoke dan rumah kost. Perempuan-perempuan di café, tempat karaoke dan rumah kost yang melayani transaksi seksual tertular HIV dari laki-laki yang mereka ladeni melakukan hubungan seksual tanpa kondom.

Di sisi lain anggota DPRD Blitar ini mengakui bahwa di café, tempat karaoke dan rumah kost terjadi praktek pelacuran. Lalu, untuk apa menutup lokalisasi pelacuran kalau kemudian pelacuran itu pindah ke café, tempat karaoke dan rumah kost?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline