Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Kondom dan Stigma terhadap Remaja

Diperbarui: 7 Februari 2016   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Penjualan alat kontrasepsi jenis kondom diwacanakan akan diperketat. Khususnya pada toko-toko obat. Alasannya supaya tidak dimanfaatkan untuk hal negatif, terutama bagi yang belum berkeluarga.” Ini lead pada berita “Penjualan Kondom Diperketat” di Harian “Radar Banjarmasin” (6/2-2016).

Wacana tsb. disampaikan oleh Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP2PAKB), Kab Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, H Hormansyah. Yang dimaksud diperketat adalah pembeli diharuskan mengisi formulir sebagai bukti pembeli sudah berkeluarga, bukan remaja yang belum menikah.

Menurut Hormansyah, jika anak-anak muda yang membelinya dipastikan akan digunakan ke hal negatif, sehingga tidak dijual ke mereka.

Pernyataan ini tidak akurat dan menyudutkan remaja karena bisa saja laki-laki dewasa membeli kondom untuk mencegah kehamilan pada pacar atau selingkuhan mereka.  Pernyataan Hormansyah ini tidak objektif karena tidak membandingkan perilaku remaja dalam hal membeli kondom dengan kalangan laki-laki dewasa.

Jika remaja-remaja putra membeli kondom sebagai alat untuk melindungi diri agar tidak tertular IMS (infeksi menular seksual yang penyakit-penyakit atau infeksi yang ditularkan oleh pengidap IMS ke orang lain melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, herpes genitalis, jengger ayam, dll.) dan HIV/AIDS meunjukkan remaja tsb. memahami cara-cara yang akurat dalam mencegah penularan IMS dan HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus.

Pada masa remaja dorongan libido seks sangat tinggi sehingga perlu penyaluran. Dorongan seksual sebagai kebutuhan biologis tidak bisa disubsitusi dengan kegiatan lain sehingga remaja-remaja itu melakukan hubungan seksual. Jika mereka lakukan dengan pacar tentu ada risiko kehamilan, kalau mereka lakukan dengan pekerja seks komerisal (PSK) ada risiko tertular IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus. PSK dikenal ada dua tipe yaitu: (1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata. Mereka ini ‘praktek’ di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau mangkal di tempat-tempat tertentu, dan (2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.

Pertanyaan untu Pak Hormansyah: Apaka di Kab Tabalong ada pelacuran?

Tentu saja dengan menepuk dada Pak Hormansyah mengatakan: Tidak Ada!

Pak Hormansyah benar secara de jure. Tapi, secara de facto ada praktik pelacuran di berbagai tempat dengan cewek panggilan. Maka, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan kondom sangat penting agar penyebaran IMS dan HIV/AIDS tidak terjadi di masyarakat Kab Tabalong.

Jika penjualan kondom dibatasi, maka bisa terjadi penjualan kondom di pasar gelap dengan dampak harga yang makin mahal. Bisa juga laki-laki beristri jadi calo penjual kondom kepada remaja ini pun harga akan melonjak.

Jika penjualan kondom dibatasi, maka remaja akan berhadapan langsung dengan risiko kehamilan pacar, tertular IMS, tertular HIV/AIDS atau tertular IMS dan HIV/AIDS sekaligus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline