Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Pilkada DKI Jakarta 2017: Yang Kalah Bak Menggali ‘Liang Kubur’ Karir Politik Sendiri

Diperbarui: 1 Februari 2016   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Publik Lebih Memilih Calon Independen.” Ini judul berita di Harian “KOMPAS” (26/1-2016). Judul berita ini merupakan merupakan kesimpulan dari hasil penelitian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada rentang waktu 5-10 Januari 2016 terhadap 400 responden di lima wilayah DKI Jakarta.

Hasil penelitian CSIS itu menunjukkan 54,75 persen responden merekomendasikan calon maju melalui jalur independen. Bandingkan dengan 38,50 persen responden yang merekomendasikan calon maju melalui jalur partai politik.

Tentu saja hal itu amat wajar dan merupakan realitas sosial karena masyarakat sudah jenuh melihat pejabat publik, gubernur, bupati dan walikota yang diusung partai politik (parpol) yang lebih condong kepada ‘induk semangnya’ daripada masyarakat yang memilihnya. Ini terjadi karena calon yang diusung parpol membuat kesepakatan melalui politik transaksional.

Itulah sebabnya masyarakat sangat gusar ketika petinggi PDI-P menyebut Jokowi sebagai ‘petugas partai’ karena dianggap Jokowi sebagai presiden harus tunduk pada ‘induk semangnya’.

Seperti halnya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan panggilan Ahok, yang keluar dari Gerindra sebagai partai pengusunya, ketika maju sebagai calon wakil gubernur bersama calon gubernur Joko Widodo (Jokowi), warga Ibu Kota merasakan kinerja Gubernur Ahok yang 100 persen berpihak kepada rakyat. Hal ini terjadi karena tidak ada beban bagi Ahok untuk ‘tunduk’ pada ‘induk semangnya’ karena dia sudah memutus hubungan politik dengan partai pengusungnya.

Masyarakat bisa melihat, membandingkan dan menilai kinerja gubernur, bupati dan walikota yang maju melalui jalur independen dan yang ‘naik perahu’ (diusung parpol). Memang, jumlah pejabat publik yang menang pilkada masih kecil tapi masyarakat akan terus memantau kinerja pejabat publik yang diusung parpol dan yang maju melalui jalur independen.

Jumlah pejabat publik yaitu gubernur, bupati dan walikota yang terjerat kasus korupsi juga terus bertambah. Mereka ini diusung oleh parpol. Ini realitas sosial yang menggambarkan tingkat moralitas di kalangan pejabat publik dan parpol pengusung terkait dengan kepemimpinan yang bersih.

Ini catatan Kemendagri: “Data terkahir sampai bulan Desember (2014-pen.) tercatat cukup tinggi, gubernur, bupati, walikota adalah 343 orang yang ada masalah hukum baik di kejaksaan, polisi, KPK yang ada masalah hukum soal anggaran.” Ini penjelasan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo (kompas.com, 4/2-2015).

Angka itu sangatlah ironis karena itu artinya 65,46  persen dari 524 daerah di Indoensia. Angka-angka ini akan terus bertambah karena banyak faktor yang mendorong kepala-kepala daerah merampok uang rakyat. Apalagi belakangan ini tidak ada rasa malu untuk melakukan korupsi di banyak kalangan di negeri ini.

Maka, amatlah beralasan kalau kemudian hasil survei CSIS menunjukkan 63 persen responden setuju terhadap pilihan Basuki untuk mencalonkan diri melalui jalur independen pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta tahun 2017.

Bedasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Ahok harus mengumpulkan dukunga melalui KTP sebanyak 7,5 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Jika DPT Pilkada DKI Jakarta 2012 tercatat 6,9 juta, maka perlu 517.500 KTP agar Ahok bisa maju melalui jalur independen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline