Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

PSK di Papua Dipulangkan, Penyebaran HIV/AIDS pun Bisa Menjangkau Skala Nasional

Diperbarui: 22 Agustus 2015   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

* Laki-laki di sekitar lokalisasi yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS

“Mensos lepas pemulangan 191 mantan PSK di Jayapura.” Ini judul berita di merdeka.com (21/8-2015). Pekerja seks komersal (PSK) itu selama ini ‘praktek’ di lokalisasi pelacuran Tanjung ‘Turki’ Elmo, Distrik Sentani Timur, Kab Jayapura, Papua.

Dengan langkah yang diambil Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, ini dikesankan begitu mudahnya menghapus praktek pelacuran. Cukup dengan menutup lokalisasidan memulangkan PSK yang ‘praktek’ di lokalisasi tsb. semua bentuk praktek pelacuran akan sirna dengan sendirinya.

Tapi, itu hanya utopia karena tidak satu pun negara di muka bumi ini yang bisa menghapus praktek pelacuran secara de facto (faktual). Secara de jure (hukum formal) bisa dilakukan dengan peraturan. Itulah sebabnya banyak negara yang meregulasi pelacuran, al. dengan melokalisir praktek pelacuran, sebagai bagian dari pemenuhan hak biologis warga negaranya.

Terkait dengan penutupan lokalisasi pelacuran Tanjung ‘Turki’ Elmo (turki adalah sebutan turnan kiri yaitu lokalisasi pelacuran tsb. ada di sebelah kiri jalan ke arah luar kota, dalam hal ini Jayapura-Sentani, dan turun ke bibir Danau Sentani), ada beberapa pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu:

Pertama, dengan menutup ‘Turki’, apakah ada jaminan tidak akan ada lagi praktek pelacuran di Kab Jayapura dan Kota Jayapura?

Tentu saja tidak ada jaminan karena praktek pelacuran bisa saja terjadi di rumah, tempat kos, penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang.

Kedua, sebelum 191 PSK tsb. dipulangkan ke daerah asalnya sudah ada ratusan bahkan ribuan laki-laki dewasa penduduk Kab Jayapura dan Kota Jayapura yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di ‘Turki’ (Gambar II). Itu artinya ratusan sampai ribuan penduduk lokal yang berisiko tertular IMS (infeksi menular seksual, seperti raja singa/sifilis, kencing nanah/GO, virus hepatitis B, klamidia, dll.) atau HIV/AIDS ata dua-duanya sekaligus. Ini bisa terjadi karena ada kemungkinan ada di antara laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK mengidap IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus sehingga ada PSK yang tertular IMS atau HIV/AIDS.

Laki-laki yang tertular IMS atau HIV/AIDS di ‘Turki’ akan menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat secara horizontal, al. kepada istri, pacar dan pasangan seks lain. Pada gilirannya kalau istri tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Jika ada ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS setelah ‘Turki’ ditutup, itu artinya suami mereka tertular HIV/AIDS, al. di ‘Turki’.

Program pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual di Papua mengutamakan sunat, maka kemungkinan besar ada laki-laki yang tidak memakai kondom karena mengangga sunat sudah merupakan ‘kondom alam’. Ini yang membuat celaka karena sunat bukan mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual berisiko, tapi menurunkan risiko karena ada bagian penis yang ‘kebal’ yaitu kepala penis. Tapi, luas permukaan batang penis yang tidak ‘kebal’ justru lebih besar sehingga risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual berisiko yang mengandalkan sunat sangat tinggi.

Bisa juga terjadi Pemkab Jayapura, Pemkot Jayapura dan Pemprov Papua menepuk dada merasa aman karena PSK sudah dipulangkan. Tapi, mereka lupa kalau ada ratusan bahkan ribuan laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan PSK tsb.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline