Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Jamkesda Pemkot Samarinda yang Diskriminatif dan Naif

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyakit Kelamin dan HIV/AIDS Tidak Ditanggung.” Ini judul berita di Harian “Samarinda Pos” (26/4-2012).

Judul berita ini saja sudah ngawur karena istilah penyakit kelamin sudah lama ditinggalkan. Soalnya, tidak semua infeksi penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, disebut infeksi menular seksual (IMS, al. sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.), terjadi pada alat kelamin, seperti virus hepatitis B dan HIV/AIDS.

Dikabarkan program Jamkesda Pemkot Samarinda, Kaltim, tidak menanggung pengobatan penyakit kelamin (sexual transmitted disease). Alasan Jamkesda Samarinda karena penyakit itu merupakan penyakit yang terjadi karena perilaku seksual yang salah atau menyimpang.

Lagi-lagi petinggi di Jamkesda Samarinda tidak memahami cara-cara penularan IMS dan HIV/AIDS.

Pertama, tidak ada kaitan langsung antara ‘perilaku seksual yang salah atau menyimpang’ dengan penularan IMS dan HIV/AIDS. Penularan IMS dan HIV/AIDS melalui hubungan seksual (bisa) terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) jika salah satu mengidap IMS atau HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama.

Kedua, kalau Jamkesda Samarinda mengganti pengobatan Hepatitis B, maka itu artinya sudah terjadi diskrimnasi karena penularan virus hepatitis B juga persis sama dengan penularan IMS dan HIV/AIDS.

Ketiga, tidak semua infeksi IMS dan HIV/AIDS terjadi di alat kelamin. Hepatitis B terjadi di darah dan hati. Sedagkan infeksi HIV/AIDS pun terjadi di darah.

Keempat, penularan IMS dan HIV/AIDS juga bisa melalui transfusi darah dan jarum suntik.

Dengan langkah yang naïf dan diskriminatif itu Jamkesda Samarinda sudah menghujat dan menghina ibu-ibu rumah tangga yang tertular IMS atau HIV/AIDS dari suaminya. Hubungan seksual pasangan suami-istri adalah sah dan halal.

Disebutkan pula dalam berita: ”Dimana hampir sebagian besar dikarenakan hubungan seksual yang tidak benar antara laki-laki dan perempuan, dan merupakan penyakit akibat perilaku salah yang disengaja oleh pasien.”

Pernyataan ini menyesatkan dan celakanya wartawan pun tidak mengetahui cara-cara penularan IMS dan HIV/AIDS.

Kalau saja wartawan mempunyai pengetahuan yang baik terkait dengan IMS dan HIV/AIDS tentulah ada pertanyaan: Apakah biaya pengobatan dan perawatan pengidap Hepatitis B ditanggung Jamkesda Samarinda?

Sayang seribu kali sayang ternyata tidak ada pengetahuan wartawan terkait dengan cara-cara penularan IMS dan HIV/AIDS.

Kalau Jamkesda Samarinda mengganti biaya pengobatan pasien Hepatitis B, maka itu artinya telah terjadi diskriminasi karena penularan Hepatitis B persis sama dengan penularan IMS dan HIV/AIDS.

Di Kota Depok, Jabar, juga terjadi diskriminasi santunan kematian yang menolak membayar kematian karena penyakit terkait dengan HIV/AIDS (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/07/santunan-kematian-yang-diskriminatif-di-kota-depok/).

"Hal yang sama juga berlangsung dengan penderita HIV/AIDS. Penyakit yang menakutkan ini juga cukup meningkat kasusnya di masyarakat. Banyak faktor dari penyebab penyakit ini, salah satunya juga karena prilaku seks bebas. Jamkesda tidak menanggung untuk pengobatan penyakit ini." Ini pernyataan Plt Kepala UPTD Jamkesda DKK Samarinda dr Ismed.

Duh, Pak Dokter ini rupanya terperangkap dalam mitos (anggapan yang salah) karena tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan penularan IMS dan HIV/AIDS.

Kalau ‘seks bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur, maka sama sekali tidak ada kaitan langsung antara zina dan melacur dengan penularan IMS dan HIV/AIDS.

Dokter pun ternyata mengabaikan fakta dan lebih memilih mitos sehingga menyesatkan dan programnya pun diskriminatif karena berpijak pada pikiran yang picik dan naif. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline