Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga Peringkat 2 di Jawa Tengah

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini (maksudnya kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga-pen.) mengkhawatirkan, karena artinya epidemi HIV/AIDS mulai memasuki masyarakat umum. Ibu rumah tangga yang terkena, akan menularkan penyakit yang belum ditemukan obatnya itu kepada anak yang dilahirkannya." Ini pernyataan Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jateng, Rustriningsih, dalam berita “Ibu Rumah Tangga Peringkat Kedua Penderita HIV/AIDS di Jateng” (metrotvnews.com, 28/6-2012).

Pernyataan yang menyebutkan ‘epidemi HIV/AIDS mulai memasuki masyarakat umum’ jelas tidak akurat karena sejak awal epidemi tahun 1981 HIV/AIDS sudah ada di keluarga dan masyarakat (umum).

Laki-laki gay dan pekerja seks komersial (PSK) serta waria adalah bagian dari keluarga dan masyarakat. Kalau mereka dikatakan bukan bagian dari keluarga dan masyarakat itu artinya kita sudah melakukan diskriminasi (perlakuan berbeda).

Yang persoalan (besar) terkait dengan HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga adalah perilaku suami ibu-ibu itu. Fakta ini sudah memupus anggapan bahwa (sosialisasi) kondom mendorong orang berzina atau melacur. Kalau suami ibu-ibu yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu memakai kondom ketika berzina atau melacur tentulah mereka tidak tertular HIV.

Tapi, karena pijakan yang dipakai moral bukan fakta empiris maka orang-orang yang menganggap kondom mendorong zina dan melacur tetap tidak mau membuka kaca mata moral yang mereka pakai.

Penyebaran HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah dikabarkan mencapai 18,3 persen dari 4.992 kasus kumulatif HIV/AIDS di Jawa Tengah.

Yang perlu dikhawatirkan atau dirisaukan bukan soal HIV/AIDS di kalangan ibu-ibu rumah tangga, tapi perilaku suami mereka. Kalau ada di antara suami-suami itu yang mempunyai istri lebih dari satu maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV tentu tambah banyak. Jumlah perempuan yang berisiko tambah banyak lagi kalau suami-suami yang menularkan HIV kepada istrinya itu juga pelanggan PSK serta waria.

Yang perlu dipertanyakan adalah: Apakah ada program konseling pasangan yang dikembangkan KPA Prov Jawa Tengah?

Artinya, apakah suami ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu sudah dikonseling dan menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya TIDAK, maka suami-suami itu akan menyeberkan HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan: “Yang lebih memprihatinkan lagi, jumlah penderita HIV/AIDS dari kalangan bayi dan balita juga terbilang tinggi. Untuk usia nol hingga empat tahun tercatat 69 orang (3,2 persen) dan usia lima hingga sembilan tahun sebanyak 24 orang (11 persen).”

Kalau prihatin, maka pertanyaannya adalah: Apakah KPA Prov Jawa Tengah mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil?

Sudah bisa dipastikan: Tidak ada!

Soalnya, dalam Perda AIDS Prov Jawa Tengah pun tidak ada pasal-pasal yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Perda itu berpijak pada ranah moral sehingga pasal-pasalnya pun hanya bersifat normatif (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/02/%E2%80%98seks-bebas%E2%80%99-jargon-moral-yang-menyesatkan-dan-menyudutkan-remaja/).

Menurut Rustriningsih: “Penyebaran HIV/AIDS yang cenderung meningkat itu menjadi pekerjaan serius yang harus segera diselesaikan dengan melibatkan semua unsur.”

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah Pemprov Jawa Tengah bisa menjami bahwa tidak ada laki-laki dewasa penduduk Jawa Tengah yang melacur tanpa kondom di Jawa Tengah atau di luar Jawa Tengah atau di luar negeri?

Kalau jawabannya BISA, maka puji syukur tidak ada penyebaran HIV/AIDS di Jawa Tengah dengan faktor risiko hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka tanpa langkah yang konkret, Pemprov Jawa Tengah tinggal menunggu waktu untuk ‘panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline