Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Penyebaran HIV/AIDS, Lagi-lagi Remaja sebagai ’Sasaran Tembak’

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

* Perbincangan AIDS antara KBR68H dengan KPAN yang mengabaikan fakta HIV/AIDS

“Usia remaja adalah saat ingin mencoba segala sesuatu. Keingintahuan sungguh besar pada usia ini. Karena coba-coba inilah yang membuat remaja rentan mencoba obat terlarang dan juga mengeplorasi keingintahuan seksualnya. Akibatnya remaja menjadi kelompok usia yang rentan tertular HIV/AIDS. Namun sayangnya pengetahuan remaja masih kurang terkait soal ini. ” Ini lead pada berita “Pengetahuan HIV/ AIDS Saja Tak Cukup(kbr68h.com, 5/6-2012).

Ada beberapa pernyataan yang tidak akurat pada lead berita di atas.

Pertama, semua obat terlarang jika tidak dipakai dengan resep dokter. Narkoba pun bukan obat terlarang kalau dipakai dengan resep dokter. Pasien yang menjalani operasi atau pembedahan memakai morfin (narkoba) untuk mengatasi rasa sakit.

Kedua, kerentanan terhadap HIV/AIDS bukan karena usia tapi karena perilaku, al. perilaku seksual. Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga menunjukkan laki-laki dewasa yang rentan tertular HIV karena perilaku seksual mereka yang tidak mau memakai kondom ketika sanggama dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks dan pelaku kawin-cerai, serta waria.

Ketiga, kalangan dewasa yang melakukan perilaku seksual berisiko jelas tidak coba-coba. Faktnya mereka tertular HIV.

Keempat, remaja sudah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS, tapi yang mereka dapat bukan cara-cara pencegahan yang konkret. Informasi HIV/AIDS yang mereka peroleh adalah mitos (anggapan yang salah).

Kelima, jika remaja dikatakan kurang pengetahuan mreka tentang HIV/AIDS, lalu bagaimana dengan kalangan dewasa? Kalau pengetahuan mereka terhadap HIV/AIDS dianggap sudah cukup, tapi mengapa kian banyak istri yang tertular HIV dari suaminya?

Pernyataan-pernyataan yang tidak realistis dalam lead berita itu sendiri sudah merupakan informasi yang menyesatkan.

Dalam berita disebutkan: “ .... hanya sekitar 11,4 persen remaja usia 15-24 tahun yang diambil sampel paham tentang penularan virus mematikan itu.”

Ini juga informasi yang menyesatkan karena belum ada laporan kematian pada orang-orang yang mengidap HIV/AIDS karena (virus) HIV. Kematian pada orang-orang yang mengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit-penyakit infeksi di masa AIDS, seperti diare dan TBC.

Menurut Staf Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Lingga Putra Permana, dari jumlah kasus AIDS yang didata KPAN, hampir separuhnya terjadi pada remaja.

Sayang, Lingga tidak menjelaskan:

(1) Mengapa banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada remaja?

(2) Bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS terdeteksi pada remaja?

Kalau ada penjelasan tentang dua pertanyaan di atas, maka tidak akan ada lagi hujatan terhadap remaja karena akan jelas bahwa kasus HIV/AIDS pada remaja terjadi karena jawaban dari dua pertanyaan di atas yang tidak ada pada kalangan dewasa.

Pendamping remaja dari Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Ara Koswara, mengakui pengetahuan akan HIV/ AIDS memang masih rendah terutama di daerah-daerah.

Pertanyaannya: Informasi HIV/AIDS macam apa yang diberikan oleh PKBI kepada remaja?

Dalam berbagai brosur, ceramah, dll. dikatakan bahwa mencegah HIV adalah ’jangan melakukan hubungan seksual sebelum menikah atau pranikah’. Nah, ini menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara hubungan seksual sebelum menikah dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) karena salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual).

Andi Ridwan, Youth Forum PKBI, mengatakan, selain masih minim sering pula informasi yang diperoleh remaja terkait HIV/ AIDS salah.

Ya, bukan hanya salah tapi menyesatkan karena remaja tidak diberitahu cara-cara yang realistis tentang mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual.

Menurut Andi Ridwan, sosialisasi yang baik adalah bisa mengetuk nurani remaja.

Pertanyaannya: Berapa lama waktu yang dibutuhkan Andi untuk mengetuk nurani remaja agar tidak melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV?

Andi lupa remaja tidak mungkin menahan dorongan seksual setelah ’mimpi basah’. Berikan remaja cara Anda dulu mengatasi dorongan seksual secara empiris (pengalaman nyata) bukan caramah moral.

Masih menurut Andi, ada 4 cara life skills yang diberikan pada remaja untuk sosialisasi HIV/ AIDS yang selama ini mereka lakukan.

Yang dibutuhkan remaja adalah keterampilan mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual yang realistis. Ini fakta.

Ini juga masih menurut Andi: ” .... yang terpenting adalah keimanan yang kita miliki. Dari keimanan ini akan membentuk kesadaran bahwa tidak ada agama yang memperbolehkan hubungan seks sebelum menikah.”

Risiko tertular HIV pada remaja bukan karena mereka melakukan hubungan seksual sebelum menikah, tapi karena mereka melakukannya dengan yang mengidap HIV/AIDS. Ini fakta.

Selama remaja tidak diberikan cara menyalurkan dorongan seksual yang aman maka selama itu pula insiden penularan HIV pada remaja akan terus terjadi. ***[Syaiful W. Harahap]***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline