Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Menanti Langkah Konkret Gereja di Sulut untuk Menanggulangi HIV/AIDS

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

” .... penyebab terjadinya penyakit HIV/AIDS diakibatkan, karena adanya perlakuan sex bebas, narkoba dan minuman keras.” Ini pernyataan Wakil Gubernur Sulut  Dr Djouhari Kansil, MPd (Kansil: Gereja harus perangi penyakit HIV/AIDS, rhemamanado.com,

1.011.

Sayang, pernyataan Kansil itu tidak akurat. Paling tidak ada tiga hal yang tidak tetap pada pernyataan Kansil tsb.

Pertama, kalau ’sex bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur, maka tidak ada kaitan langsung antara zina atau melacur dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi kalau salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual) bukan karena ’sex bebas’, zina, melacur, ’jajan’, dll. (sifat hubungan seksual).

Kedua, risiko tertular HIV terkait narkoba hanya bisa terjadi kalau narkoba dipakai dengan jarum suntik secara bersama-sama dan jarum dipakai bergantian.

Ketiga, tidak ada kaitan langsung antara minuman keras dengan penularan HIV.

Disebutkan oleh Kansil: ”Karena itu gereja bersama pemerintah harus memeranginya, termasuk  semua bentuk penyakit sosial yang seperti mabuk-mabukan, perkelahian antar kampung dan lain sebagainya, agar masa depan generasi muda kita dikemudian hari tidak menjadi suram, ujarnya.”

Pertanyaannnya adalah: Apa langkah konkret yang bisa dilakukan gereja untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Sulut?

Sayangnya, tidak ada karena dalam Perda AIDS Prov Sulut pun sama sekali tidak ada cara penanggulangan yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/24/menguji-peran-perda-hivaids-prov-sulawesi-utara/).

Untuk itulah diperlukan langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS, paling tidak ada cara yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks.

Celakanya, Pemprov Sulut mengabaikan praktek pelacuran di Sulut sehingga tidak ada langkah konkret sebagai intervensi terhadap laki-laki pada hubungan seksual dengan pekerja seks.

Pemprov Sulut tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’.

Pertanyaannya adalah: Apakah kelak gereja mau menampung atau menangani penduduk yang mengidap HIV/AIDS yang sakit di masa AIDS?

Kita tunggu apa yang akan terjadi kelak di Sulut. Sejarahlah yang akan mencatatnya. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline