Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Memberikan Informasi tentang Seksualitas kepada Anak

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Begitu sulitkah menjelaskan seksualitas kepada anak?

Tentu saja beragam jawaban.

Pengalaman seorang perempuan asal Malang, Jawa Timur, yang menikah dengan laki-laki Jepang ini bisa menjadi gambaran terkait dengan cara-cara menjelaskan seksualitas kepada anak.

Di pertengahan tahun 1980-an saya membuat laporan untuk Tabloid ”Mutiara” tentang pengalaman perempuan tadi, sebut saja Ny. Ina.

Ketika dua anak mereka belum ’mimpi basah’ (laki-laki) dan menstruasi (perempuan), mereka sesekali mandi bersama-sama dan menjelaskan organ-organ reproduksi.

Seiring dengan pertambahan usia penjelasan terus berkembang sampai ke fungsi organ-organ reprodusk itu.

Suatu hari anak laki-laki mereka buka suara: ”Ini sudah saatnya dipakai karena saya sudah ’mimpi basah’?”

Rupanya, dalam penjelasan ada informasi tentang kapan alat-alat reproduksi siap dipakai sesuai dengan fungsinya. Disebutkan bahwa laki-laki jika telah ’mimpi basah’.

Setelah anak laki-laki mereka ’mimpi basah’, maka persoalan seksualitas ditangani oleh ayah. Sayang, laki-laki Jepang suami Ny Ina enggan menjelaskan apa yang dilakukannya terhadap anak laki-lakinya setelah ’mimpi basah’.

Namun, menurut Ny. Ina, suaminya membawa putra mereka ke sauna. Dia perkirakan di sanalah suaminya berbicara sebagai laki-laki dengan putra mereka terkait dengan seksualitas setelah ’mimpi basah’.

Sedangkan yang perempuan setelah menstruasi ditangani oleh Ny Ina. Sama juga dengan suaminya, Ny. Ina pun enggan bercerita tentang langkah yang dilakukannya menangani putrinya yang sudah menstruasi.

Dengan cara itu diharapkan anak-anak memperoleh informasi seksual yang komprehensif.

Bandingkan dengan sebagian keluarga di Indonesia. Ketika kelas III SMP di kampung dahulu, di Kota Salak (Padangsidimpuan), Sumut, di akhir tahun 1960-an ada reman sekelas yang tiba-tiba mukanya merah sambil menempelkan tas di bagian belakangnya.

Rupanya, dia mens. Semua mata tertuju padanya. Padahal, kalau siswa siswi di kelas itu sudah menerima penjelasan tentang menstruasi tentulah hal itu tidak jadi masalah.

Menstruasi adalah proses alamiah sebagai metabolisme tubuh. Mens justru menunjukkan semua berjalan lancar dalam tubuh perempuan. Kalau seorang perempuan yang sudah remaja atau dewasa tidak mens bisa jadi dia hamil atau ada kelainan pada sistem reproduksi di tubuhnya.

”Mbak, lagi mens ya.” Itulah yang diucapkan anak saya, perempuan usia enam tahun, kepada sepupunya.

Eh, sepupunya itu malah marah. Padahal, anak saya bertanya karena dia lihat sepupunya itu tidak salat.

Maka, sudah saatnya kita mulai memberikan informasi yang komprehensif tentang seksualitas kepada anak. Informasi dari orang tua merupakan tangan pertama sehingga bias bisa dihindarkan.

Adakah di antara kita yang sudah memulainya?

Atau masih tetap pada pendirian bahwa membicarakan seksualitas adalah sesuatu yang tabu.

Kita tinggal pilih: memberikan informasi yang komprehensifatau anak-anak mencari tahu sendiri.

Dari teman sebaya mungkin masih bisa diterima, tapi kalau dari yang lebih tua bisa jadi ada yang memanfaatkannya sehingga terjadi pelecehan seksual. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline