Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Pekerja Seks Muda di Kota Manado, Sulut, Banyak yang Mengidap HIV/AIDS

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengidap HIV/AIDS di Manado didominasi perempuan muda yang diduga merupakan pekerja seks komersil (PSK). Hal ini disampaikan Manager Kasus VCT Rumah Sakit (RS) RW Mongisidi, Ikal Salehe. (Penderita AIDS Didominasi Perempuan Muda. Dalam Dua Bulan, VCT RS Mongisidi Rawat 28 Pasien, www.jpnn.com, 1/5-2012).

Ada kemungkinan laki-laki ’hidung belang’ di Kota Manado menganggap kalau pekerja seks berusia muda tidak mengidap HIV/AIDS. Asumsi ini sudah lama berkembang di kalangan laki-laki ’hidung belang’.

Tentu saja asumsi itu tidak benar karena risiko tertular HIV tidak terkait langsung dengan usia, tapi perilaku seksual yaitu sering melakukan hubungan seks dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.

Disebutkan bahwa dari 28 kasus itu 12 berusia di bawah 30 tahun. Sumber berita itu menduga perempuan berusia muda itu sebagai PSK. Fakta ini merupakan ’lampu merah’ bagi penanggulangan HIV/AIDS di Kota Manado karena sebelum terdeteksi mereka sudah menularkan HIV kepada laki-laki.

Selain itu laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang menularkan HIV kepada PSK itu juga menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ada pula 16 kasus terdeteski pada suami. Ini artinya ada 16 perempuan (istri) yang berisiko tertular HIV. Kalau 16 istri itu tertular HIV, maka kelak ada pula risiko penularan HIV kepada bayi-bayi yang mereka kandung.

Sedangkan Manager Kasus VCT RS Prof Kandouw, I Made Rantiasa, mengatakan, jumlah pengidap HIV/AIDS yang mereka rawat saat ini berjumlah 124. Dari 124 ada 10 persen berusia 20 - 30 tahun dan didominasi perempuan.

Disebutkan kasus yang terdeteksi baru pada tahap infeksi HIV. Tapi, menurut Made: "Makanya harus dirawat betul dan tak ada diskriminasi dalam perawatannya." Hal yang sama juga dikatakan Ikal: "Kami coba merawat dengan sebaik mungkin. Tak ada diskriminasi sama sekali."

Pernyataan ini bisa menyesatkan karena seseorang yang terdeteksi HIV/AIDS tidak otomatis dirawat. Bahkan, mereka pun tidak pula otomatis meminum obat antiretroviral (ARV) karena standar yang ditetapkan WHO (Badan Kesehatan Dunia) pemberian obat ARV baru dilakukan jika CD4 di bawah 350 (CD4 diketahui melalui tes darah di laboratorium).

Disebutkan pula: Ikal dan Made seirama soal penanganan kasus HIV/AIDS. Perawatan harus dilakukan intensif dan secara terus menerus di setiap lokasi yang berpotensi penularan.

Ini makin tidak jelas. Apa yang dirawat di lokasi? Apa yang dimaksud dengan lokasi yang berpotensi penularan?

Ada pula pernyataan Made: "Setiap tiga bulan kami turun ke lapangan."

Rentang waktu selama tiga bulan sudah terjadi penularan berupa insiden infeksi HIV baru dari laki-laki ke PSK dan dari PSK ke laki-laki.

Celakanya, langkah yang ditempuh hanya menyasar PSK, sedangkan laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK tidak tersentuh.

Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak kasus HIV/AIDS terus terdeteksi karena penyebaran HIV di masyarakat terus terjadi. ***[Syaiful W. Harahap]***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline