Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/Aids (KPA) Kabupaten Malang, Adi Purwanto, mengatakan melalui pemeriksaan VCT diharapkan bisa mencegah penularan (penyebaran) penyakit HIV/Aids bagi tenaga kerja di lingkungan perusahaan yang ada di Kabupaten Malang. (PENCEGAHAN HIV/AIDS: Pekerja akan dilengkapi VCT, www.bisnis.com, 12/4-2012).
Pernyataan di atas mengesankan penularan HIV terjadi antar tenaga kerja di perusahaan. Ini jelas ngawur karena program penanggulangan HIV/AIDS di lingkungan kerja bukan berarti risiko penularan ada di lingkunan perusahaan. Program itu adalah penjangkaua kepada tenaga kerja agar tenaga kerja, dalam hal ini karyawan, tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV.
Munurut Adi: “Apalagi, jumlah penderita HIV/Aids di lingkungan pekerja cenderung meningkat.”
Pernyataan itu lagi-lagi mengesankan terjadi penyebaran di HIV di lingkungan perusahaan. Padahal, pekerja yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tertular di luar perusahaan.
Pertanyaannya: Bagaimana caranya pemeriksaan VCT bisa mencegah penularan (penyebaran) HIV bagi tenaga kerja?
Kalau pun pemeriksaan VCT itu dilakukan kepada karyawan itu artinya penanggulangan di hilir. Artinya, menunggu karyawan tertular HIV dahulu baru diperiksa dengan VCT. Sedangkan insiden penularan HIV (hulu) terus terjadi.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Malang, Djaka Ritamtama, mengatakan pemeriksaan tersebut dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan apalagi diskriminasi kepada para pekerja.
Jika tes HIV melalui klinik VCT (ini bahasa ’dewa’ yang dalam ranah publik merupakan tempat tes HIV dengan bimbingan secara sukarela) di perusahaan tentulah data karyawan yang melakukan tes HIV direkam di perusahana itu. Ini sangat riskan karena tidak ada jaminan data itu akan aman.
Bisa saja perusahaan mencari data karyawan yang terdeteksi HIV lalu mencari-cari alasan untuk mem-PHK karyawan tsb. Bisa saja, misalnya, perusahaan membujuk atau membayar karyawan lain untuk melakukan unjuk rasa dengna tuntutan memecat karyawan yang mengidap HIV/AIDS.
Pemkab Malang sendiri sudah menelurkan peraturan darah (Perda) tentang penanggulangan HIV/AIDS yaitu PerdaNo. 14/2008 tanggal 30 Oktober 2008. Tapi, sama seperti perda-perda yang ada perda ini pun tidak menawarkan cara-cara yang konkret dalam menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/05/menguji-kiprah-perda-aids-kabupaten-malang-jawa-timur/).
Salah satu langkah konkret yang perlu dilakukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks.
Tapi, banyak daerah yang menutup mata terkait dengan praktek pelacuran dengan alasan di daerahnya tidak ada lokalisasi pelacuran. Padahal, praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Dan, di Kab Malang dilaporkan banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada ibu rumah tangga. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H