Lagi-lagi pemahaman yang tidak akurat tentang HIV/AIDS yang muncul pada berita di media massa membuat masyarakat tidak memahami HIV/AIDS secara konkret.
Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Prov Papua, drg. Josef Rinta Rachdyatmaka, M.Kes, ini, misalnya, menyuburkan mitos karena mengaitkan penularan HIV dengan sifat hubungan seksual (bukan dengan istri) sebagai penyebab seseorang tertular HIV.
Disebutkan: ” .... warga kampung dengan cepat ke kota, dan selanjutnya berhubungan dengan lawan main yang bukan istrinya di kota tanpa menggunakan kondom.” (Penderita HIV-AIDS Menyebar ke Kampung-kampung. HIV-AIDS di Papua Tembus 10.522 Kasus, Tak Terpantau Diduga 24.300, www.jpnn.com, 13/10-2011).
Seseorang tertular HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) karena pasangannya mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama (kondisi hubungan seksual).
Kabar baru dari Prov Papua menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di ‘Bumi Cenderawasih’ itu sudah mencapa 10.522. Perkiraan ahli menyebutkan kasus HIV/AIDS di Prov Papua mencapai 24.300. Sedangkan yang dilaporkan pada September 2010 adalah 7.000.
Terkait dengan penemuan kasus yang banyak pun selalu menggambarkan kekhawatiran. Lihat saja pernyataan ini: “ …. akhirnya diperoleh data yang mencapai angka memprihatinkan tersebut.”
Sampai sekarang penemuan kasus (baru) tidak dipahami secara komprehensif. Penemuan satu kasus (baru) berarti memutus mata rantai penyebaran HIV, terutama secara horizontal melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Semakin banyak kasus terdeteksi, maka kian banyak mata rantai penyebaran HIV yang diputus. Ini sangat besar artinya bagi penanggulangan HIV.
Celakanya, banyak kepala daerah yang menepuk dada kalau laporan kasus kumulatif di daerahnya kecil. Bahkan, Prov Sulawesi Barat tetap mempertahankan ANGKA NOL pada laporan kasus kumulatif triwulan yang dikeluarkan oleh Kemenkes.
Kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.
Ketika dunia sudah membuktikan bahwa pemakaian kondom secara benar dan konsisten pada hubungan seksual yang berisiko menurunkan insiden infeksi HIV baru, tapi Pemprov Papua justru ‘meninggalkan’ kondom dan menggantinya dengan sunat (sirkumsisi). Padahal, seperti disampaikan oleh Kadinkes Papua: "Meskipun harus diakui sirkumsisi tidak menjamin seseorang tidak terserang virus mematikan tersebut, namun setidaknya bisa mencegah."
Yang dikhawatirkan adalah laki-laki yang sudah disunat akan menganggap sunat sebagai kondom. Maka, risiko tertular HIV pun kian besar karena sunat bukan mencegah tapi menurunkan risiko. Laki-laki yang disunat akan merasa aman karena sudah memakai ‘kondom alam.’
Baca juga: Kondom Lateks Vs Kondom Alam Alias Sunat
Jika Pemprov Papua tidak menerapkan cara-cara yang konkret dalam menanggulangi penyebaran HIV, terutama melalui hubungan seksual berisiko secara horizontal, maka penyebaran HIV akan terus terjadi. Dan, Pemprov Papua siap-siap untuk ‘panen’ AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI