Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Di Kaltim, Setiap Malam 34.680 Laki-laki ’Hidung Belang’ Berisiko Tertular HIV/AIDS

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Penyebaran penyakit ini (HIV/AIDS-pen.) paling banyak terjadi dari dua faktor, yakni melalui jarum suntik yang biasanya digunakan para pecandu narkoba. Selain itu dari hubungan seks yang tidak sehat, di antaranya berhubungan dengan pekerja seks komersial.” Ini kondisi di Prov Kalimantan Timur (Kaltim) seperti disebutkan dalam berita “Empat Daerah Kaltim Terbanyak Kasus HIV-AIDS” (www.beritasatu.com, 10/3-1012).

Pernyataan di atas sudah menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap (penyebaran) HIV/AIDS, maka amatlah mustahil Pemprov Kaltim bisa menanggulangi epidemi HIV di daerah itu.

Pertama, tidak bisa dibuktikan kalau penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) tertular melalui jarum suntik yang mereka pakai bersama-sama karena ada di antara mereka yang sudah melakukan hubungan seksual berisiko sebelum dan selama menyalahguna narkoba.

Kedua, penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (dilakukan dengan pekerja seks sebagai zina) tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom).

Maka, pernyataan yang menyebutkan “hubungan seks yang tidak sehat, di antaranya berhubungan dengan pekerja seks komersial” juga jelas tidak akurat.

Apa, sih, yang dimaksud dengan ‘hubungan seks yang tidak sehat’? Tidak jelas. Apakah karena sifat hubungan seksualnya zina atau melacur? Juga tidak jelas.

Lagi pula, terkait dengan risiko penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, bukan sehat atau tidak sehat tapi aman atau tidak aman. Artinya, jika laki-laki ’hidung belang’ tidak memakai konom ketika sanggama dengan pekerja seks, maka ada risiko tertular HIV karena perilaku pekerja seks itu berisiko tertular HIV yaitu dilakuklannya dengan laki-laki yang berganti-ganti.

Pernyataan-pernyataan yang tidak akurat menyuburkan mitos (anggapan yang salah) sehingga menyesatkan masyarakat.

Biar pun hubungan seksual dilakukan dengan pekerja seks kalau pekerja seksnya tidak mengidap HIV, maka tidak ada risiko tertular HIV. Ini fakta.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kaltim sejak 1993 sampai 2012 dilaporkan 2.288 yang terdiri atas 1.626 HIV dan 662 AIDS dengan 401 kematian (17,53 persen) yang tersebar di 14 daerah di Kaltim. Ada empat kabupaten dan kota dengan kasus terbanyak yaitu, Kota Samarinda 1.031, Kota Balikpapan 503, Kota Tarakan 314, dan Kab Kutai Kartanegara 102.

Sayang, wartawan tidak mengembangkan data itu melalui pertanyaan: (1) Mengapa banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi di kota dan kabupaten itu? (2) Bagaimana kasus-kasus itu terderteksi? (3) Pada kalangan mana kasus terbanyak yang terdeteksi?

Karena tidak ada keterangan terkait dengan tiga pertanyaan di atas, maka masyarakat tidak memahami penyebaran HIV secara komprehensif.

Disebutkan: ”Guna mencapai keberhasilan dalam meminimalisasi (menanggulangi) HIV-AIDS agar tidak berkembang, maka harus tercipta kerja sama sinergis secara terencana dan berkelanjutan.”

Pertanyaanya adalah: Apa langkah konkret yang dilakukan oleh Pemprov Kaltim dalam menanggulangi HIV/AIDS?

Dalam Perda AIDS Kaltim, Perda AIDS Kota Tarakan, dan Perda AIDS Kota Samarinda sama sekali tidak ada cara-cara yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/26/sepak-terjang-perda-aids-prov-kalimantan-timur/, dan http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/27/jangan-hanya-sekadar-menjiplak-thailand/, dan http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/04/perda-aids-kota-samarinda-menanggulangi-aids-dengan-tidak-melakukan-hubungan-seksual/).

Karena pemahaman yang tidak komprehensif terkait dengan HIV/AIDS sebagai fakta medis, maka sering pula terjadi tanggapan terhadap HIV/AIDS tidak objektif. Misalnya, selalu saja disebutkan bahwa biang keladi penyebaran HIV adalah PSK.

Padahal, yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki lokal, asli atau pendatang. Kemudian ada pula laki-laki lokal, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK yang sudah ditulari tadi.

Nah, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga membuktikan ada suami yang mengidap HIV. Mereka itu bisa saja yang menularkan HIV kepada PSK atau yang tertular HIV dari PSK.

Disebutkan bahwa di Kaltim ada 11.560 PSK di 42 lokasi pelacuran.

Coba simak pernyataan ini: ”Di Kaltim tercatat HIV-AIDS kali pertama ditemukan lokalisasi kilometer 10 Samarinda-Balikpapan pada 1993.” Ini membuktikan ada penularan HIV dari laki-laki lokal ke PSK atau sebaliknya.

Dengan 11.560 PSK di Kaltim, maka setiap malam ada 34.680 laki-laki (1 PSK x 3 laki-laki/malam) yang berisiko tertular HIV yang sanggama dengan PSK tanpa kondom.

Maka, langkah konkret yang harus dilakukan Pemprov Kaltim adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK.

Kegiatan lain terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS disebutkan: ” .... mendistribusikan kondom di sejumlah lokalisasi dan di tempat-tempat tertentu, bahkan hingga ke masyarakat. Semua itu dilakukan karena penyebaran HIV-AIDS telah mewabah di lingkungan rumah tangga, sehingga perlu penanggulangan.”

Kalau tidak ada mekanisme yang sistematis untuk memantau pemakaian kondom pada hubungan seksual dengan PSK, maka tidak bisa diharapkan laki-laki ’hidung belang’ akan memakai kondom.

Buktinya, kasus HIV/AIDS terus terdeteksi pada ibu rumah tangga yang selanjutnya pada anak yang dikandungnya.

Tanpa langkah konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Kaltim akan menghasilkan ’panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline