Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Menyikapi Kekhawatiran Terkait Penyebaran HIV/AIDS di Prov Jawa Tengah

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingkat penyebaran HIV/AIDS di Provinsi Jawa Tengah mulai mengkhawatirkan. Dari sekitar 1.000 kasus yang terdata pada 2006, jumlahnya kini diprediksi meningkat menjadi sekitar 10 ribu kasus. Ironisnya, penderita penyakit mematikan tersebut didominasi dari kalangan remaja.” (HIV/AIDS di Jateng Mengkhawatirkan, Penderitanya Kebanyakan Remaja, republika.co.id, 31/1-2012).

Kutipan di atas adalah pernyataan pada lead berita tsb. Ada beberapa hal yang tidak dijelaskan dengan rinci dalam berita.

Pertama, jumlah kasus HIV/AIDS akan terus bertambah atau meningkat karena pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Maka, biar pun penderita atau pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal, maka angka pada laporan kasus kumulatif HIV/AIDS tidak akan pernah turun.

Kedua, tidak dijelaskan bagaimana cara yang dipakai untuk menentukan peningkatan kasus HIV/AIDS dari 1.000 menjadi sekitar 10.000.

Ketiga, HIV/AIDS bukan penyakit sehingga tidak akan pernah mematikan. HIV adalah virus yang berkembang biak di sel-sel darah putih manusia, sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang sudah mengidap HIV setelah tertular antara 5-15 tahun.

Keempat, dalam berita tidak ada penjelasan empiris: (a) mengapa banyak kasus HIV/AIDS pada remaja, dan (b) bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS di kalangan remaja terdeteksi.

Disebutkan oleh anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Muh Zen, HIV/AIDS yang banyak menyerang usia remaja hingga dewasa itu diduga akibat pola seks yang keliru. Menurut Muh Zen pola seks yang keliru adalah gonta-ganti pasangan, hubungan di luar nikah.

Pernyataan anggota DPRD ini menunjukkan pemahaman yang dangkal terkait dengan HIV/AIDS.

HIV adalah virus. Dalam jumlah yang dapat ditularkan hanya terdapat pada darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (ASI). HIV tidak menyerang, tapi menular melalui cara-cara yang sangat khas. Penularan HIV melaui darah bisa terjadi jika darah yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh pada proses transfusi, melalui jarum suntik, alat-alat kesehatan, dan cangkok organ tubuh. Penularan melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi kalau air mani dan cairan vagina yang mengandung masuk ke dalam tubuh ketika hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah. PenularanHIV melalui ASI terjadi kalau ASI yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui proses menyusui.

Berganti-ganti pasangan adalah perilaku berisiko, sedangkan penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, terjadi karena salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom.

Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena sifat hubungan seksual (ganti-ganti pasangan, di luar nikah, ’jajan’, selingkuh, seks pranikah, zina, melacur, seks oral, seks anal).

Dikabarkan bahwa kasus HIV/AIDS yang didata oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jateng sebanyak 4.299 atau 39,75 persen dari kasus yang disebut sekitar 10.000.

Disebutkan pula oleh Muh Zen: ''Belum terdatanya seluruh penderita disebabkan oleh beberapa faktor penghambat. Misalnya karena penderita merasa malu untuk didata dan terkesan menyembunyikan.''

Pernyataan ini tidak akurat karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Tidak ada pula keluhan kesehatan yang terkait langsung dengan HIV/AIDS.

Yang jelas tidak ada cara konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat. Bahkan, dalam peraturan daerah (perda) dan peraturan walikota tentang HIV/AIDS yang ada di Prov Jawa Tengah sama sekali ada pasal-pasal yang konkret tentang penanggulangan HIV/AIDS.

Dalam Peraturan Walikota Surakarta No 4A/2008 tidak ada pasal yang menukik ke akar persoalan, seperti upaya memutus mata rantai penyebaran HIV melalui praktek pelacuran (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/28/menyibak-peraturan-walikota-surakarta-tentang-penanggulangan-hiv-dan-aids/).

Hal yang sama juga terjadi pada Perda Prov Jawa Tengah No 5/2009 (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/02/13/perda-aids-prov-jawa-tengah-mengabaikan-risiko-penularan-hiv-di-lokasi-pelacuran/).

Begitu pula dengan Perda Kab Semarang No 3/2010 (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/28/mitos-di-perda-aids-kab-semarang-jawa-tengah/).

Kasus HIV/AIDS yang sudah terdeteksi di Jateng mencapai 4.299 yang terdiri atas 2.400 HIV dan 1.899 AIDS dengan 555 kematian.

Dalam berita disebutkan “2.400 di antaranya terserang HIV dan 1.899 terjangkiti AIDS”. Pernyataan ini tidak akurat karena yang menular adalah HIV. Artinya, seseorang tertular HIV 5-15 tahun kemudian akan mencapai masa AIDS. Maka, tidak ada istilah ‘terjangkiti AIDS’ karena AIDS bukan virus atau penyakit tapi kondisi.

Disebutkan pula: ”Sekitar 555 orang di antaranya telah meninggal dunia akibat serangan penyakit tersebut.” Pernyataan ini pun tidak akurat karena kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi di masa AIDS karena penyakit-penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV/AIDS di Jateng dikabarkan 78 persen melalui hubungan seksual yaitu heteroseksual. Celakanya, tidak ada program yang menukik ke faktor risiko ini sehingga penyebaran HIV terus terjadi melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, secara horizontal di masyarakat.

Biar pun di Jateng tidak ada lokalisasi pelacuran, tapi praktek-praktek pelacuran terus terjadi. Inilah yang mendorong penyebaran HIV di Jateng.

Maka, jika program penanggulangan HIV/AIDS di Jateng tidak menyentuh hubungan seksual berisiko, al. hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di mana saja, maka penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi.

Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga menunjukkan penyebaran HIV melalui hubungan seksual secara horizontal terus terjadi. Kalau ini dibiarkan maka akan terjadi ’ledakan AIDS’ di masa yang akan datang karena kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline