Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Mencari ‘Jalan Tengah’ Penyelesaian ‘Gejolak’ di Tanah Papua

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Besok. 1 Desember 2011, adalah Hari AIDS Sedunia (HAS) yang bertepatan pula dengan ulang tahun OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang mengidentifikasi diri dengan bendera ‘Bintang Kejora’.

Gonjang-ganjing politik di Tanah Papua terus menjadi ‘drama’ politik. Nyaris tidak ada kata sepakat.

Kalau memakai sudut pandang (angle) dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), memang, tuntutan OPM tidak bisa diterima.

Tapi, kalau memakai perspektif maka tuntutan OPM itu perlu dikaji dengan kepala dingin. Soalnya, pembungan fisik dan nonfisik di Tanah Papua, Prov Papua dan Prov Papua Barat, jauh tertingal dari daerah lain di Indonesia.

Kota-kota di Pulau Jawa sudah dihubungkan dengan jalan raya, bahkan kota-kota besar sudah dirancang akan dilewati jalan bebas hambatan (jalan tol). Bahkan, Pulau Jawa dan Pulau Madura dihubungan dengan jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) di Jawa Timur.

Begitu pula dengan di Pulau Sumatera dikenal ada Jalar Lintas Timar dan Barat. Bahkan, akan dibangun pula jembatan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera Di Pulau Sulawesi ada Trans Sulawesi. Juga di Pulau Kalimantan ada Trans Kalimantan. Semua dihubungkan dengan jalan raya yang mudah diakses oleh banyak orang.

Bandingkan dengan kota-kota (besar) di Tanah Papua yang hanya dihubungkan melalui ‘jembatan udara’ yang bisa dicapai dengan ‘burung besi’ (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/23/melihat-pergolakan-rakyat-tanah-papua-dengan-sudut-pandang/).

Celakanya, pemerintah lokal (pemerintah provinsi, kabupaten dan kota) pun sama sikapnya dengan pemerintah pusat. Kabupaten dan kota di Papua mempunyai klub bola yang didanai APBD dengan jumlah miliran rupiah.

Pada saat yang sama penyebaran HIV/AIDS tidak terbendung. Data terakhir menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov Papua, misalnya, sudah menembus angka 10.000. Penanggulangan HIV/AIDS di Papua pun tidak dilakukan dengan cara-cara yang konkret (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/10/14/aids-di-prov-papua-ditanggulangi-dengan-sirkumsisi/).

Pemerintah menggalang dialog dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) sehingga menghasilkan kesepakatan. Aceh kemudian diberikan perlakuan khusus yaitu syariat Islam dan partai lokal.

Apakah hal yang sama dilakukan terhadap Papua?

Agaknya, pemerintah (pusat) perlu menggalang dialog di ’meja bundar’ (agar semua berada pada posisi yang sama).

Yang perlu dicari adalah ’jalan tengah’, seperti yang diberikan kepada Aceh yaitu daerah istimewa dengan dewan perwakilan rakyat lokal (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh/DPRA) dan partai politik lokal.

Biar pun Papua sudah diatur melalui otonomi khusus (Otsus), tapi itu tidak menggambarkan keberpihakan kepada Papua.

Memang, di Papua sudah ada DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), tapi tidak ada partai lokal.

Maka, selain DPRP perlu pula dipikirkan untuk memberikan keleluasaan aturan berdasarkan agama mayoritas di Papua serta partai lokal.

Jika pemerintah (pusat) tetap memakai sudut pandang dalam melihat (pergolakan) Papua, maka selama itu pula tidak akan tercapai ’jalan tengah’.

Pakailah perspektif dalam melihat ’gejolak’ di Papua agar dicapai ’jalan tengah’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline