Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Berbagi Rezeki di Jalan Malioboro Jogja

Diperbarui: 10 Juli 2018   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Suasana di salah satu sudut di kaki lima Malioboro, Yogyakarta (Sumber: pikiran-rakyat.com)

Azan subuh baru saja berkumandang. Pagi itu, Sabtu 10/9-2011, beberapa laki-laki sudah meneteskan keringat di Jalan Sosrowijayan. Merekalah yang membawa grobak pedagang barang cenderamata dari emperan toko ke gudang di malam hari dan mendorong gerobak itu kembali ke tempatnya di pagi hari berikutnya.

Maka, jangan heran kalau Anda berjalan-jalan di Maliboro pada tengah malam tidak melihat gerobak yang di siang hari menjejali emperan toko di sepanjang Jalan Malioboro. Gerobak itu ‘disimpan’ di beberapa ‘gudang’ di sekitar Malioboro. Salah satu di antaranya di Jalan Sosrowijayan.

Tempat penyimpanan gerobak yang mereka sebut ‘gudang’ itu hanyalah lahan kosong di dalam gang. Pemilik gerobak tinggal terima bersih. Setelah barang-barang dikemas di gerobak dan dibungkus dengan pelastik serta diikat, mereka tinggalkan di emperan toko. Pagi hari mereka datang gerobak sudah ada lagi di tempatnya.

Pedagang membayar biaya sewa ‘gudang’ dan upah dorong. Upah dorong antara Rp 30.000 – Rp 40.000 setiap minggu. Sewa ‘gudang’ berkisar antara Rp 30.000 – Rp 60.000.

Dari ‘gudang’ di dalam gang gerobak didorong ke jalan raya. Yang berat mereka tepikan dan yang lebih ringan mereka dorong ke Malioboro. Kalau gerobak yang kecil biasanya mereka ‘gandeng’ antara dua sampai tiga. Rata-rata satu orang mendorong antara 10-20 gerobak.

Gerobak itu hampir sama semua bentuknya karena dibalut dengan plastik warna biru, tapi mereka bisa menempatkan gerobak di tempat semula. “Ya, kita sudah hapal tempat gerobak ini,” kata Anto. Maka, tidak heran kalau gerobak itu langsung mereka letakkan di tempatnya.

Jalan Malioboro memang memberikan kehidupan kepada banyak orang. Mulai dari pedagang cenderamata di siang hari, pedagang makanan di malam hari dan pedagang sarapan di pagi hari.

Tanpa campur tangan pemerintah sebagai pihak yang wajib menyediakan lapangan pekerjaan, di Malioboro masyarakat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline