Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Ospek: ‘Derita’ Mahasiwa Baru, Rezeki Bagi Pedagang

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bagi sebagian besar mahasiswa baru ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus, dahulu dikenal sebagai plonco, sekarang dijalankan dengan berbagai istilah dan cara yang berbeda) merupakan 'derita' karena harus membuat berbagai atribut sebagai pernak-pernik ospek, tapi lain dengan MS Fauzi dan Bu Yanti. Mereka berdua dan yang lain justru mengais rezeki dari kebutuhan mahasiswa baru di sekitar Kopma UGM, Bulaksumur, Yogyakarta. Berbeda dengan mahasiswa baru yang merasa terbebani karena keperluan ospek yang bermacam-macam, mereka justru ketiban rezeki dari 'derita' mahasiwa baru. MS Fauzi, 40-an tahun, misalnya, mengaku sudah enam tahun menggeluti usaha menyiapkan pernak-pernik ospek. Maka, tidak heran kalau ada spanduk yang menawarkan jasa meladeni pesanan pernak-pernik ospek. Lengkap dengan nomor telepon genggam.

Ospek di UGM baru mulai tanggal 8/9-2011, tapi Fauzi dan pedagang lain sudah mulai menggelar barang dagangan berupa pernak-pernik ospek di sepanjang jalan dekat food court. Ada baju putih, rok hitam, dasi hitam, baju batik, pita warna warni, tas kain dari kantung gandum, dll. "Ya, kita memang menyediakan barang-barang kebutuhan ospek," kata Fauzi (6/9). Siang itu, misalnya, Fauzi sedang mengerjakan kotak dari potongan karton yang dilapisi kertas manila warna ungu. "Ini pesanan," katanya. Harga kotak itu antara Rp 20.000 - Rp 30.000. Harga, menurut Fauzi, tergantung pada kesulitan membuat pernak-pernik yang dipesan. Begitu pula dengan Bu Yanti, 50 tahun, yang sudah lebih sepuluh tahun berjualan pernak-pernik ospek. "Sejak anak saya SMA," kata Bu Yanti. Anaknya itu turut membantunya berjualan dan membuat pernak-pernik ospek yang dipesan mahasiwa baru. "Ya, berkat usaha ini saya membiayai anak saya lulus UGM," kata Bu Yanti. Anaknya sudah jadi pegawai negeri tapi perempuan itu tetap berdagang pernak-pernik ospek.

"Sebentar ya, Mbak," kata Bu Yanti kepada seorang mahasiswi baru yang mencari kemeja batik. Bu Yanti meminta suaminya mengambil kemeja batik di rumah karena yang dipajang tidak ada ukuran untuk mahasiswi tadi. "Iya, tadi juga ada mahasiswa budaya yang beli baju batik," kata Bu Yanti. Kebutuhan ospek sangat beragam karena setiap fakultas berbeda aturan mainnya. Ini membuat pernak-pernik pun bermacam-macam pula. Tentu saja ini peluang untuk pedagang di sana. Dua hari menjelang ospek paling tidak ada tujuh pedangang yang menggelar pernak-pernik ospek di sana. Mereka pun hapal betul jadwal ospek di semua perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta. Mereka pindah dari satu tempat ke tempat lain. Mereka beruntung karena masa ospek perguruan tinggi tidak serentak sehingga membuka peluang yang luas bagi mereka untuk menjual pernak-pernik ospek. Mahasiswa baru sendiri mengaku terbantu dengan kehadiran pedagang itu. Apalagi mahasiswa yang tidak punya saudara atau kenalan di Yogyakarta tentulah sulit mendapatkan pernak-pernik ospek itu. Maka, jasa Fauzi dan Bu Yanti sangat membantu mereka. ***[Syaiful W. Harahap]***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline